Trauma Musculoskeletal, Luka & Manajemen Cedera, Stabilisasi, Mobilisasi dan Transportasi

 Jenis -Jenis Trauma 

jenis trauma muskuloskeletal


Trauma Musculoskeletal, Luka & Manajemen Cedera, Stabilisasi, Mobilisasi dan Transportasi


Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang terdiri dari tulang, otot, ligament, kartilago, tendon, facia dan brusae serta persendian. Trauma pada sistem muskuloskeletal ini sering terjadi klien yang datang ke unit gawat darurat dengan berbagai keluhan dan merasa sakit, pada pemeriksaan ditemukan memiliki ketegangan pada tendon atau keseleo (ligamen), fraktur, dislokasi dan cedera muskulo lainnya.

Trauma merupakan suatu cedera atau rupadaksa yang dapat mencederai fisik maupun psikis. Trauma jaringan lunak muskuloskeletal dapat berupa vulnus (luka), perdarahan, memar (kontusio), regangan atau robekan parsial (sprain), putus atau robekan (avulsi atau rupture), gangguan pembuluh darah dan gangguan saraf

Trauma muskuloskeletal ini diakibatkan oleh aktivitas yang berlebih atau berat yang dilakukan terus menerus (Alsheihly and Alsheikhly, 2018).

Prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal adalah rekognisi (mengenali), reduksi (mengembalikan), retaining (mempertahankan), dan rehabilitasi.

Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi, baik pada jaringan lunaknya maupun tulangnya. Mekanisme trauma juga harus diketahui, apakah akibat trauma tumpul atau tajam, langsung atau tak langsung.

 Stabilisasi adalah proses untuk menjaga kondisi dan posisi penderita/pasien agar tetap stabil selama pertolongan pertama.

Mobilisasi adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis sehingga dapat bergerak bebas

Transportasi adalah proses usaha untuk memindahkah pasien/klien dari tempat satu ke tempat lain tanpa atau mempergunakan alat. Tergantung situasi dan kondisi dilapangan.


TRAUMA MUSCULOSKELETAL

 


Cedera dari trauma muskuloskeletal akan memberikan disfungsi struktur disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan muskuloskeletal yang paling sering terjadi akibat suatu trauma adalah kontusio, strain, sprain, dislokasi dan subluksasi

 

A.    Klasifikasi

Klasifikasi trauma muskulo dapat dibagi menjadi berikut (Alsheihly and Alsheikhly, 2018, pp. 173–189):

1.      Trama jaringan lunak

Jaringan lunak adalah istilah yang mencakup semua jaringan yang ada pada tubuh kecuali tulang. Trauma ini mencangkup kulit, otot, pembuluh, ligamen, tendon, dan saraf. Trauma yang disebabkan dapat dibedakan dari yang ringan, seperti lutut tergores, hingga kritis yang mencangkup perdarahan internal, yang melibatkan kulit dan otot-otot , luka ini dibagi menjadi luka tertutup dan terbuka.

a.       Luka tertutup

Cedera dumana tidak ada jalur terbuka dari luar lokasi yang terluka dibedakan menjadi

1)      Kontusio yaitu cedera traumatis pada jaringan di bawah kulit.

2)      Ecchymosis yaitu perubahan warna pada kulit yang disebabkan darah bocor ke jaringan lunak disekitarnya menyebabkan kulit berubah warna.

3)      Edema yaitu pembekakan akibat peradangan atau caian abnormal dibawah kulit.

4)      Strain yaitu robeknya otot yang dihasilkan dari peregangan berlebihan atau terlalu banyak tenaga.

5)      Kesleo, cedera sendi yang mengakibatkan kerusakan pada ligan=men dan dislokasi sebagian atau sementara dari ujung tulang, robekan atau peregangan ligamen penyokong.

b.      Luka terbuka

Cedera dimana kulit terganggu atau rusak, mengekspos jaringan dibawahnya dapat dibagimenjadi

1)      Abrasi yaitu hilangnya lapisan kulit atas.

2)      Laserasi yaitu potongan kulit dengan tepi bergerigi.

3)      Sayatan  yaitu ditandai dengan tepi halus dan menyerupai potongan kertas.

4)      Tusukan yaitu biasanya luka yang didalam dan sempit seperti luka tusukan akibat paku atau pisau.

5)      Avulsi yaitu dimana lipatan kulit secara paksa terkoyak dari  perekatanya

6)      Amputasi yaitu pelepasan sebagian atau seluruh anggota badan atau pelengkap tubuh lainya.

2.      Fraktur

Patahnya tulang yang mengakibatakan gangguan tualng parsial atau total. Faraktur diklasifikasikan menjadi tertutup dan terbuka.

a.       Fraktur tertutup yaitu dimana tulang patah tanpa penetrasi kulit atau koneksi dengan permukaan luar.

b.      Fraktur terbuka yaitu dimana adanya luka pada kulit atau jaringan ikat diatasnya karena adanya paparan dari patah tulang.

3.      Dislokasi

Sebuah perpindahan daru ujung tulang pada sendi yang mengakibatkan tidak normalnya ligamen disekitar sendi.juga disebut dengan luxation, terjadi ketika ada pemisahan abnormal pada sendi diman dua atau lebih tulang bertemu. Gejala dislokasi meliputi :

a.       Gerak terbatas bahkan hilang.

b.      Nyeri saat bergerak.

c.       Mati rasa disekitar area

d.      Parathesia dan perasaan gili dianggota badan.

 

Penatalaksanaan Trauma Musculusscletal

Penatalaksanaan Trauma Musculusscletal


Beberapa penatalaksanaan yang dapt dilakukan antaralain (Alsheihly and Alsheikhly, 2018, pp. 173–187; Pangaribuan, 2019):

1.      Penatalaksanaan trauma muskulo dilakukan sesuai klasifikasi kejadian, tindakan umum yang dapat dilakukan, yaitu:

a.       menghilangkan nyeri akibat trauma.

b.      Terapi obat-obatan, seperti analgetik, obat anti inflamasi non-streroid, kartikosteroid.

c.       Fisioterapi dan terapi okupasi

Terapi ini digunakan dalam rangka membantu pasien untuk menghilangkan rasa nyeri yang dialami, serta menjaga rentang gerak agar tidak terdapat kekakuan, menjaga kekuatan dan juga menyesuakan kegiatan aktivitas sehari-hari sesuai dengan konsisi saat ini.

2.      Penatalaksanaan pada cedera jaringan lunak.

a.       Pada cedera tertutup

1)      Strain dan kesleo

Pasien dengan kondisi ini biasanya mengaami rasa nyeri dan sensasi terbakar dengan atau tanpa ekimosis, terdapat kelainan pada bentuk sendi, kehilangan pergerakan sendi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan pengobatan kontrol nyeri, strapping atau perban suportif, dan mobilisasi dengan splinting senhingga otot yang terkena pada posisi yang rileks. Kompres dingin juga dapat dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri.

b.      Luka terbuka

1.      Abrasi

Penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan pembersiahan luka, menutup luka dengan perban. Dialanjutkan dengan tindakan sekunder yang berfokus dengan pencegahan infeksi

2.      Leserasi dan sayatan

Perawatan yang dilakukan umumnya sama dengan perawatan abrasi. Mengaliri luka dengan NaCl, menghilangkan benda asing yang menempel, mengontrol perdarahan dengan menerapkan kompresi dan pembalutan luka setempat, memberikan cairan intravena jika diperlukan (mus, pada kasus perdarahan dan kemungkinan terjadi hemodinamik). Jika tendon dan otot utama terpotong maka dilakukan imobilisasi.

3.      Avulsion

Penatalaksanaan harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati untuk mengindari cedera vaskular dan neurologis. Perdarahan harus dikontrol dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan, bagian avulsi harus dikelola dengan menerapkan beberapa pembalut yang kuat. Kontaminasi harus dihindari pastikan penutup avulsi harus rata dengan posisi normal.

4.      Amputasi

Perawatan dinilai dengan ABCDE, yang menerapkan managemen jalan nafas, pernafasan, sirkulasi, kecacartan dan lingkungan pasien dan jontrol perdarahan dengan tekanan langsung atau aplikasi torniquet. Jika torniquet di aplikasikan harus menutup aliran arteri, karena sistem vena yang dapat menigkatkan perdarahan. Penatalaksanaan dengan pengobatan syok melalui cairan IV dan atau tranfusi darah, vasopresor jika perlu, kontrol rasa sakit dan pemantauan terus menerus tanda vital pasien.

c.       Fraktur

Penatalaksanaan pada pasien fraktur dimulai dengan ABCDE, mengontrol perdarahan, perawatan syok, menringankan rasa sakit, obati cedera terkait dan tutupi area yang terluka dengan pembalut steril, imobilisasi fraktur, pemberian antibiotik IV, jangan menempatkan kembali tulang yang patah, tunggu dokter ortopedi.

d.      Dislokasi

Perawatan dislokasi tergantung pada tempat terjadinya dan tingkat keparahan, pengobatan awal yang dilakukan adalah istirahat, es, kompresi dan ketinggian. Manipulasi dan reposisi obat penenang atau anestesi diperlukan untuk membuat pasien nyaman dan juga memungkinkan otot didekat sendi yang cidera utnuk rileks dan memudahkan prosedur, lalu lakukan imobilisasi (sling, spint dan gips beberapa minggu untuk mencegah terulangnya cedera, pemberian obat-obatan (pereda nyeri dan pelemas otot), yang terakhir adalah rehabilitasi. Prosedur pembedahan dilakukan hanya jika ada saraf atau pembuluh darah yang rusak atau pada cedera berulang.

 

C.     Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul akibat trauma muskulo adalah sidrom kompartemen akut yaitu peningkatan tekanan jaringan intrastitial yang berkepanjangan didalam kpmpartemen yang ada di fasia yang mneyebabkan gangguan perfusi dan kerusakan jarignan. Terkait dengan peningkatan premeabilitas pembuluh darah dan kebocoran plasma ke ruang itraselular menyebabkan tekanan yang lebih lanjut pada otot dan saraf

 

 

STABILISASI, MOBILISASI & TRANSPORTASI

Stabilisasi adalah proses untuk menjaga kondisi dan posisi penderita/pasien agar tetap stabil selama pertolongan pertama.

Tujuan Stabilisasi yaitu agar pasien/klien selamat sampai tujuan dengan kondisi yang tidak semakin buruk. Adapun prinsip stabilisasi sebagai berikut:

  1. Menjaga korban agar tidak banyak bergerak
  2. Menjaga korban agar pernafasannya tetap stabil
  3. Menjaga agar posisi patah tulang yang telah dipasang bidai tidak berubah
  4. Menjaga agar perdarahan tidak bertambah
  5. Menjaga agar tingkat kesadaran klien tetap stabil

Mobilisasi adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis sehingga dapat bergerak bebas

Transportasi adalah proses usaha untuk memindahkah pasien/klien dari tempat satu ke tempat lain tanpa atau mempergunakan alat. Tergantung situasi dan kondisi dilapangan. Transportasi pasien gawat darurat adalah sarana yang digunakan untuk mengangkut penderita atau korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan yang memadai. Adapun persiapan transportasi yaitu:

  1. Klien
  2. Tempat atau tujuan
  3. Sarana pendukung seperti alat ataupun personil tambahan

Transportasi pasien/klien dibagi menjadi 2 yaitu dengan Alat dan Transportasi tanpa alat:

1.      Pengangkatan pasien/klien tanpa alat yaitu:

a.       Dengan 1 Penolong     : Diseret (drag, shirt drag, Blanket drag, Fire fighter drag), dipapah (bopong), ditimang, atau digendong

 Cara Menyeret Korban:

  • Jongkoklah di belakang pasien bantu pasien sedikit/setengah duduk. Atur kedua lengan pasien menyilang dadanya.
  • Susupkan kedua lengan penolong di bawah ketiak kiri dan kanan pasien dan gapai serta pegang kedua pergelangan tangan pasien.
  • Secara hati-hati tarik/seret tubuh pasien ke belakang sembari penolong berjalan jongkok ke belakang.
  • Bila pasien kebetulan memakai jaket buka semua kancingnya, balik bagian belakang jaketnya, tarik dan seret hati-hati bagian belakang.


Cara Memopong korban:

  • Jongkok dibelakang korban, letakkan satu lengan penolong merangkul dibawah punggung korban sedikit diatas pinggang
  • Letakkan tangan yang lain dibawah paha korban, tepat dilipatan. Berdirilah pelan-pelan dan bersamaan mengangkat korban



Cara Pick a back       :

  • Jongkok didepan korban, dengan punggung menghadap korban
  •  Anjurkan korban meletakkan kedua tangannya dengan posisi merangkul diatas Pundak penolong
  • Gapai dan peganglah paha korban, pelan-pelan angkat keatas menempel pada pinggang penolong

b.      Dengan 2 Penolong     :

 c.       Dengan 3 atau 4 Penolong      : diangkat

 

 

Prosedur pengangkatan pasien

    1. Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita.
    2. Diangkat secara bersama dan bila merasa tidak mampu jangan dipaksakan
    3. Ke-dua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit didepan kaki sedikit sebelahnya
    4. Berjongkok, jangan membungkuk, saat mengangkat
    5. Tangan yang memegang menghadap kedepan
    6. Tubuh sedekat mungkin ke beban yang harus diangkat. Bila terpaksa jarak maksimal tangan dengan tubuh kita adalah 50 cm

g)      Jangan memutar tubuh saat mengangkat

 

 

 2.      Transportasi pasien dengan alat terdiri dari:

a)     Long spine board

 Sebuah papan belakang, juga dikenal sebagai papan tulang panjang (LSB), longboard, spineboard, atau papan, adalah sebuah perangkat penanganan pasien digunakan terutama dalam pra-rumah sakit, dirancang untuk immobilisasi gerakan dari pasien dengan cedera tulang belakang atau anggota badan yang diduga.

 

Long Spine Board terutama diindikasikan dalam kasus trauma di mana tenaga medis atau penyelamatan percaya bahwa ada kemungkinan cedera tulang belakang (Nelson & Baptiste, 2004; Nursingtimes, 2012). LSB biasanya terbuat dari bidai kayu yang keras atau benda yang sintetis yang tidak akan menyerap darah dengan panjang sekitar 2 meter.

 

 

 

b)     Tandu Sekop (Scoop Stretcher)

 

Alternatif melakukan modifikasi teknik log roll adalah dalam penggunaan scoop stretcher untuk transfer penderita. Penggunaan yang tepat alat ini akan mempercepat transfer secara aman dari long spine board ke tempat tidur. Sebagai contoh alat ini dapat digunakan untuk transfer penderita dari satu alat traspor ke alat lain atau ke tempat khusus misalnya meja ronsen. Setelah penderita ditransfer dari backboard ke tempat tidur dan scoop stretcher dilepas, penderita harus di reimobilisasi secara baik ke ranjang/tandu.


Scoop stretcher bukan merupakan alat untuk membawa atau transportasi, melainkan alat untuk mengangkat dan memindahkan. Proses pengangkatan sebaiknya dilakukan oleh empat petugas dengan berada pada masing-masing sisi tandu.

 

 


KESIMPULAN

Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang terdiri dari tulang, otot, kartilago, ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian. Trauma merupakan keadaan ketika seseorang mengalami cedera dan mengakibatkan trauma yang disebabkan paling umum adalah kecelakaan lalulintas, industri, olahraga, dan pekerjaan rumah tangga. Trauma muskuloskeletal adalah kondisi dimana terjadinya cedera atau trauma pada sistem muskuloskeletal yang menyebabkan disfungsi struktur disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi dan penyangganya. Penanganan pada trauma muskulo dapat dilakukan dengan memberi dukungan pada bagian yang cedera sampai trauma hilang atau sembuh.


Penulis sadar makalah ini jauh dari kata sempurna, jadi pembaca bisa memvalidasi dengan referensi yang tersedia untuk mendapatkan teori yang lebih baik. Kritik dan saran penulis diharapkan demi perbaikan makalah tentang trauma muskuloskeletal ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Alsheihly, A. S. and Alsheikhly, M. S. (2018) ‘Musculoskeletal Ijuri : Type and Management Protocol For Emergency Care’, Intechopen.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/4939/3729/

Posting Komentar untuk "Trauma Musculoskeletal, Luka & Manajemen Cedera, Stabilisasi, Mobilisasi dan Transportasi"