KATA PENGANTAR
Puji Syukur kita panjatkan
kehadirat Allah Subhana wata ‘ala, atas rahmat dan hidayahnya sehingga
penulisan makalah hasil diskusi yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Anak
Korban Trafficking” dapat terselesaikan. Dan terima kasih kepada seluruh anggota tim yang
terlibat dalam pembuatan makalah ini sehingga dapat terselesaikan.
Makalah hasil diskusi “Asuhan
Keperawatan pada Anak Korban Trafficking” ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas dari
mata kuliah Keperawatan Psikiatri. Penulis menyadari dalam
penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, dan banyak kekurangan baik
dalam cara penulisan dan isi dari makalah ini.
Dengan adanya makalah ini, penulis
berharap dapat lebih memahami mengenai Asuhan Keperawatan pada Anak Korban
Trafficking
Akhir kata penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan penulis berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat.
Makassar, 16 Oktober 2022
Penulis
DAFTAR ISI
Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak
Perdagangan Anak (Child
Trafficking)
Perbudakan Kontemporer (Contemporary Forms Of Slavery)
Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Perdagangan Anak
BAB III KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN HARGA
DIRI RENDAH KRONIK
RENCANA KEPERAWATAN
ISOLASI SOSIAL
RENCANA KEPERAWATAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI
: HALUSINASI
Perbudakan modern anak,
perdagangan dan kesehatan
Fenomena Trafficking In
Person Di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perdagangan manusia atau trafficking khususnya perempuan dan anak
cukup mendapat soroton di berbagai media massa. Media massa tidak hanya sekedar menyoroti
kasus-kasus tersebut saja, akan tetapi juga lika- liku tindakan
penyelamatan yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap korban serta bagaimana
upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut. Kasus- kasus perdagangan manusia
yang cukup mendapat
sorotan media beberapa waktu yang lalu misalnya kasus penjualan tujuh
orang perempuan Cianjur yang
diperdagangkan sebagai pekerja seks komersial (PSK) ke Pekanbaru, Riau yang
berhasil diselamatkan oleh Polres Cianjur
beberapa waktu yang lalu. Upaya lainnya adalah upaya penyelamatan terhadap dua orang perempuan
korban perdagangan perempuan yang dibebaskan
oleh reporter SCTV dari Tekongnya di Malaysia. Dari kasus-kasus
tersebut telah menguatkan bahwa trafficking merupakan pelanggaran hak
asasi manusia dan salah satu masalah yang perlu penanganan mendesak bagi seluruh komponen bangsa Indonesia.
Karena hal ini mempengaruhi citra
bangsa Indonesia itu sendiri dimata dunia internasional. Apalagi, data Departemen
Luar Negeri Amerika Serikat telah
menunjukkan bahwa Indonesia berada pada urutan ketiga sebagai pemasok perdagangan perempuan dan anak.
Tindak
pidana perdagangan orang adalah merupakan
pelanggaran terhadap hak asasi manusia,
sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahu 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam menimbang huruf b,
bahwa perdagangan orang khususnya
perempuan dan anak, merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia dan melanggar hak asasi
manusia, sehingga harus diberantas. Lebih lanjut dalam huruf c menyebutkan bahwa perdagangan orang telah meluas dalam
bentuk jaringan kejahatan yang terorganisasi dan tidak terorganisasi, baik bersifat antarnegara maupun dalam negeri sehingga menjadi ancaman terhadap masyarakat, bangsa, dan negara, serta terhadap
norma-norma kehidupan yang dilandasi atas penghormatan terhadap
hak asasi manusia.
Kondisi tersebut menjadi perhatian
karena akan berdampak pada masalah psikologi pada korban Trafficking dan anak jalanan berkaitan dengan uraian
tersebut kami
mengambil judul “ Asuhan Keperawatan pada Korban Human Trafficking ”
B.
Tujuan makalah
Makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai
berikut:
1.
Perdagangan Manusia (Human
Trafficking)
2.
Konvensi Perlindungan
Hak-Hak Anak
3.
Perdagangan Anak (Child
Trafficking)
4.
Pemberantasan Tindak Pidana Human Trafficking
5.
Perbudakan Kontemporer (Contemporary Forms Of Slavery).
6.
Asuhan Keperawatan pada Human Trafficking
Agar masalah pembahasan tidak terlalu
luas dan lebih terfokus pada masalah dan tujuan dalam hal ini pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun
membatasi masalah hanya pada ruang lingkup
HAM. Mencakup Human Trafficking
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Perdagangan manusia
(Human Trafficking)
Perdagangan manusia (human trafficking)
merupakan masalah yang cukup kompleks, baik di
tingkat nasional maupun internasional. Berbagai
upaya telah dilakukan
guna mencegah terjadinya praktek perdagangan manusia.
Secara normatif, aturan hukum telah diciptakan guna mencegah dan mengatasi perdagangan manusia. Akan tetapi
perdagangan manusia masih tetap berlangsung khususnya yang berkaitan
dengan anak-anak. Permasalahan yang berkaitan dengan anak tidak lepas dari perhatian
masyarakat internasional. Isu-isu
seperti tenaga kerja anak, perdagangan anak, dan pornografi anak, merupakan masalah
yang dikategorikan sebagai
eksploitasi.
2.
Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak
Convention on the Rights of the Child
(CRC) adalah merupakan salah satu
konvensi yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak.
a. Perlindungan hak-hak anak
Child is every human being below the age of eighteen years
unless under the law applicable to the child, majority is attained earlier.
Berdasarkan ketentuan ini selanjutnya ditentukan bahwa adanya keharusan bagi negara untuk memperhatikan
segala bentuk kekerasan terhadap anak.
b. Perhatian terhadap
hak-hak anak
States parties shall take all appropriate national,
bilateral and multilateral measures to prevent the abduction of the sale of or traffic in children for any aspects of the child’s
welfare. Anak memerlukan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental,
dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang. Pemberitaan tentang
perdagangan manusia khususnya
anak, di Indonesia
kian marak baik dalam lingkup
domestik maupun yang telah bersifat lintas batas negara. Hal ini dapat dilihat
dari berbagai kejahatan yang dilakukan oleh orang
perorangan maupun oleh korporasi dalam batas wilayah suatu negara maupun
yang dilakukan melintasi batas wilayah negara lain yang semakin meningkat.
Kejahatan tersebut juga termasuk
antara lain berupa penyeludupan tenaga kerja, penyeludupan imigran, perdagangan budak, wanita dan anak. Salah
satu persoalan serius dan sangat meresahkan adalah dampak yang ditimbulkan dan berhubungan langsung
terhadap nasib anak, yaitu berkaitan
dengan perdagangan anak (child
trafficking).
3. Perdagangan Anak (Child
Trafficking)
Perdagangan anak yang terjadi di Indonesia telah mengancam eksistensi dan martabat kemanusiaan yang membahayakan masa depan anak.
Sisi global, perdagangan anak merupakan suatu kejahatan
terorganisasi yang melampaui batas- batas
negara, sehingga dikenal sebagai kejahatan transnasional. Indonesia tercatat
dan dinyatakan sebagai salah satu
negara sumber dan transit perdagangan anak internasional, khususnya untuk tujuan seks komersial dan buruh anak di
dunia. Komitmen penghapusan perdagangan anak ini dikenal sebagai Kesepakatan Palermo Italia tahun 2001.
Kesepakatan penghapusan perdagangan anak sebagai isu global, sejalan
dengan lingkup kesepakatan menghapus terorisme, penyeludupan senjata (arm smugling), peredaran gelap narkotika
dan psikotropika, pencucian
uang (money laundry),
penyeludupan orang (people
smugling) dan perdagangan orang termasuk anak (child trafficking).
Indonesia telah meratifikasi dan mengundangkan protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk penghapusan kejahatan
transnasional tersebut. Saat ini sedang dalam proses ratifikasi protokol
Perserikatan Bangsa- Bangsa untuk menghapus dan mencegah perdagangan orang termasuk anak. Penguatan komitmen pemerintah Republik Indonesia dalam
penghapusan perdagangan orang tercermin dari
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2002, tentang
Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN-P3A) dan adanya Undang-
Undang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO).
Program Legislasi Nasional
2005-2009 menegaskan RUU Tindak
Pidana Perdagangan Orang
berada diurutan 22 dari 55 prioritas
RUU yang akan dibahas pada tahun 2005. Penindakan hukum kepada pelaku (trafficker) digiatkan melalui peningkatan
kapasitas penegak hukum serta peningkatan kerjasama dengan pemangku kepentingan yang lain dan pihak penegak hukum
negara sahabat sehingga Kepolisian Republik Indonesia berhasil memproses 23 kasus dari 43 kasus
yang terungkap.
Pada tahun 2004-2005 (Maret), sebanyak 53 terdakwa telah
mendapat vonis Pengadilan dengan putusan:
bebas, dan hukuman penjara 6 bulan sampai yang terberat 13 tahun penjara atau
rata- rata hukuman 3 tahun 3
bulan. Sosialisasi dan advokasi
dari berbagai pihak kepada aparat penegak hukum telah membuahkan
dijatuhkannya vonis hukuman yang cukup berat kepada trafficker.
Peningkatan perlindungan kepada korban perdagangan orang
dilaksanakan dengan meningkatkan aksesibilitas
layanan melalui pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu di Rumah Sakit Umum milik Pemerintah Pusat, Propinsi dan
Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit Kepolisian Pusat dan Rumah Sakit Bhayangkara di daerah. Ruang Pelayanan Khusus
Kepolisian yang dikelola oleh Polisi Wanita semakin ditambah
yang kini jumlahnya
mencapai 226 unit di 26 Kepolisian Daerah (Propinsi) dan masih akan terus
diperluas ke Kepolisian Daerah yang lain dan Kepolisian Resort (Kabupaten/Kota) seluruh
Indonesia. Di samping itu juga semakin
banyak Lembaga Swadaya Masyarakat dan organisasi masyarakat
yang mendirikan Women’s Crisis Centre, Drop In
Center, atau Shelter yang kini jumlahnya 23 unit yang tersebar di 15 propinsi.
Di samping itu, untuk pengungsi
didirikan sedikitnya 20 unit Children Center bekerjasama dengan UNICEF dan Departemen Sosial. Beberapa pihak
berpendapat bahwa para TKI tersebut banyak di antaranya yang terjebak dalam praktek-praktek perdagangan orang. Mereka dikirim
ke Malaysia menggunakan
paspor dan visa kunjungan atau wisata
untuk bekerja di sana.
4. Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Manusia (Human Trafficking)
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia telah mengesahkan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Adanya peningkatan jumlah korban perdagangan anak di Indonesia, telah menempatkan Indonesia ke dalam kelompok negara yang dikategorikan tidak berbuat maksimal.
Menyadari hal ini, Indonesia melalui
Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 telah menetapkan
suatu kebijakan yang bersifat akseleratif tentang penghapusan perdagangan anak. Berdasarkan Keputusan Presiden tersebut,
maka penghapusan perdagangan anak dilakukan secara terorganisir, komprehensif, dan
melibatkan seluruh pemangku kepentingan dengan prinsip utama, anak adalah korban.
Untuk menterjemahkan formulasi
tersebut dalam bentuk implementasi, maka dikembangkan jejaring kelembagaan peduli anak. Demikian
pula secara yuridis dimunculkan norma hukuman
berat terhadap pelaku perdagangan anak. Adapun materi Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 88 Tahun
2002 antara lain, berisi:
1)
Rencana Aksi Nasional Penghapusan
Perdagangan Perempuan dan Anak yang selanjutnya disebut dengan RAN-P3A sebagai aspek konseptual atau formulasi.
2)
Pembentukan Gugus Tugas Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak yang selanjutnya disebut
dengan GT-P3A pada lingkup nasional,
propinsi, dan kabupaten/kota, sebagai aspek operasional atau implementasi. RAN-P3A bertujuan untuk menghapus segala bentuk
perdagangan anak melalui pencapaian 4 (empat)
tujuan khusus yaitu:
a. Penetapan norma
hukum dan tindakan
hukum terhadap pelaku perdagangan anak.
b.
Terlaksananya rehabilitasi dan reintegrasi sosial korban perdagangan anak.
c.
Terlaksananya pencegahan perdagangan anak di keluarga dan masyarakat.
d.
Terciptanya kerjasama dan koordinasi penghapusan perdagangan anak lingkup internasional, regional, nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. (Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Office
of The High Commisioner of Human Rights
telah mengeluarkan Fact Sheet No. 14 dengan
judul Contemporary Forms
of Slavery)
5.
Perbudakan Kontemporer (Contemporary Forms Of Slavery)
Perilaku yang termasuk dalam kategori bentuk-bentu perbudakan kontemporer (contemporary forms of
slavery), adalah:
1. Perdagangan anak.
2. Prostitusi anak.
3. Pornografi anak.
4.
Eksploitasi pekerja anak.
5. Mutilasi seksual
terhadap anak perempuan.
6. Pelibatan anak dalam konflik bersenjata.
7. Penghambaan.
8. Perdagangan manusia.
9. Perdagangan organ
tubuh manusia.
10. Eksploitasi untuk pelacuran, dan
11. Sejumlah kegiatan di bawah rezim apartheid dan penjajahan.
Berdasarkan
informasi yang diterbitkan oleh United States Departement Of Justice, diperoleh
data yang berkenaan dengan perdagangan manusia, antara lain:
a)
700 ribu (tujuh ratus ribu) sampai
dengan 4.000.000 (empat juta) orang setiap tahun diperjualbelikan (dijual, dikirim, dipaksa, dan bekerja di luar kemauan) di seluruh dunia.
b)
Sebagian besar manusia yang
diperdagangkan berasal dari negara-negara berkembang yang rendah tingkat ekonominya, untuk dibawa ke
negara-negara maju
c)
Sebagian besar dari korban
tersebut adalah perempuan dan anak-anak
d)
Para korban pada umumnya
dijanjikan kehidupan yang lebih baik, pekerjaan dengan imbalan yang menarik, oleh sang pedagang
e)
Umumnya mereka dipaksa bekerja
sebagai pelacur, pekerja paksa, pembantu rumah tangga, bahkan pengemis
f)
Untuk mengendalikan mereka biasanya
dipakai upaya kekerasan
atau ancaman kekerasan
Lebih dari dua juta perempuan
bekerja di industri
seks di luar keinginan mereka,
dan diperkirakan sekitar
40% (empat puluh
persen) adalah anak
di
bawah umur. Akan tetapi dalam banyak hal, kerap kali terdapat
perbedaan dalam menentukan batasan, pengertian,
dan sumber dapat mengakibatkan perbedaan hasil yang menimbulkan tafsiran serta implikasi yang berbeda. Dalam situasi yang
demikian, maka isu undocument migrant workers
(pekerja pembantu rumah tangga anak) apabila ditafsirkan dengan tanpa batasan
dapat mengakibatkan perbedaan persepsi tentang perdagangan anak. Untuk
memberikan batasan yang pasti, maka dapat mengacu kepada Protocol to
Prevent, Suppres and Punish
Trafficking in Person Especially Women and Children. Protokol ini telah
ditandatangani oleh pemerintah Indonesia.
Di luar dari batasan dari protokol itu, pengertian perdagangan anak masih beragam. Hingga saat ini belum ada kesatuan yang bisa menggambarkan kejahatan perdagangan
anak. Hal ini disebabkan semakin meluasnya dimensi kriminal dari perdagangan manusia sehingga batasan tradisional perdagangan manusia menjadi usang.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Perdagangan Anak
Karena
mereka jarang diidentifikasi sebagai korban, layanan dukungan dan perlindungan
yang sangat mereka butuhkan jarang diberikan (UNDAW, 2002). Akhirnya, beberapa
anak meninggal akibat pelecehan dan eksploitasi, dan yang lainnya menghilang,
keluarga mereka melaporkan bahwa mereka tidak mendengar kabar dari mereka sejak
mereka meninggalkan rumah. 411 Meskipun sejumlah faktor telah dikaitkan dengan
perdagangan anak, mereka seringkali hanya dicantumkan tanpa kerangka teoretis
untuk memandu pengembangan penelitian di bidang ini. Perspektif ekologis yang
dikembangkan oleh Bronfenbrenner (1986) ditawarkan di sini sebagai kerangka
kerja yang memungkinkan untuk mengkonseptualisasikan faktor-faktor yang terkait
dengan perdagangan anak. Perspektif ekologi menekankan hubungan antara manusia
dan lingkungannya, daripada memeriksa karakteristik keduanya secara terpisah.
Ketika diterapkan pada perdagangan anak sebagai masalah sosial, perspektif
ekologi Bronfenbrenner berfokus pada karakteristik latar (misalnya, kemiskinan
dan ketidaksetaraan ekonomi), faktor risiko anak dan keluarga (misalnya, jenis
kelamin, usia, ras/etnis, fungsi keluarga, pendidikan).
·
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi
Kemiskinan dan peningkatan ketimpangan ekonomi merupakan
faktor risiko penting yang terkait dengan perdagangan anak dan CSE (Omeraniuk,
2005; Shifman, 2003). Memang, sebagian besar korban perdagangan manusia berasal
dari keluarga di komunitas miskin yang kekurangan kesempatan ekonomi dan
pekerjaan (ECPAT, 2002; Farr, 2005; UNICEF, 2005). Anak perempuan di Laos,
misalnya, menjadi semakin rentan terhadap perdagangan karena Laos terletak di
kawasan ekonomi yang berkembang pesat, indikator sosial ekonominya sendiri
tetap rendah dan kesempatan kerja terbatas (Laos dan UNICEF, 2003). Kamboja
juga menghadapi sejumlah besar masalah yang terkait dengan kemiskinan ekstrem
dan perkiraan penutupan pabrik garmen, membuat anak-anak menjadi sasaran empuk
lingkaran eksploitasi dan perdagangan manusia (ECPAT, 2006b). Dalam lingkungan
kemiskinan yang parah, khususnya, daerah pedesaan yang miskin dan kota-kota
kumuh, para pedagang memangsa, memikat korban yang tidak menaruh curiga dengan
janji-janji palsu (ECPAT, 2002).
·
Faktor Risiko Anak dan Keluarga
Faktor risiko pada tingkat anak dan keluarga cenderung hidup
berdampingan. Misalnya, selain menjadi kelompok yang paling mungkin menjadi
miskin, etnis minoritas juga lebih cenderung tinggal di daerah pedesaan dan
berpendidikan rendah (ECPAT, 2002; Laos dan UNICEF, 2003; Omeraniuk, 2005;
UNICEF, 2005) . Menurut ECPAT (2006a), anakanak dari suku pegunungan di
Thailand dan Myanmar sangat rentan terhadap eksploitasi karena kurangnya perlindungan
hukum, stigma yang mereka hadapi, dan fakta bahwa mereka secara politis lemah serta menjadi kelompok
yang paling mungkin menjadi miskin dan tidak berpendidikan
Faktor risiko yang terkait dengan perdagangan anak di tingkat
anak diperparah untuk anak-anak tanpa perlindungan keluarga yang memadai.
Misalnya, anak perempuan dari keluarga miskin, dan keluarga disfungsional
khususnya, paling berisiko menjadi korban perdagangan manusia (Omeraniuk, 2005;
UNDAW, 2002). Menurut LSCW (2005)
·
Ketidaksetaraan dan Diskriminasi Gender
Kerentanan anak perempuan yang hidup dalam kemiskinan semakin
meningkat melalui tradisi budaya dan norma sosial yang melanggengkan sikap
stereotip dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan (Asian
Development Bank (ADB), 2006; ECPAT, 2002; IPU dan UNICEF, 2005; Mahler ,
1997). Sikap diskriminatif yang sedang berlangsung terhadap perempuan dan anak
perempuan di Asia Tenggara berakar pada sejarah dan budayanya, termasuk
perdagangan seks kolonial, prostitusi, dan pergundikan (Bertone, 2000) yang
sebagian dipupuk melalui hubungan ekonomi yang kompleks dan struktur yang
terorganisir (Lim, 1998). Penggunaan Thailand untuk istirahat dan relaksasi
militer selama Perang Vietnam semakin memperkuat sikap seksis dan eksploitatif
terhadap perempuan muda (Bertone, 2000; Muecke, 1991). Di Asia Tenggara,
diskriminasi gender (sejak lahir, dalam keluarga, di sekolah) terus meluas (IPU
dan UNICEF, 2005). Status perempuan yang lebih terpinggirkan dibandingkan
laki-laki, sebagai akibat dari stereotip gender yang berlaku dan peran sosial
yang kurang dihargai, terus menempatkan gadis-gadis muda pada risiko
perdagangan dan CSE (D'Cunha, 2002).
·
Faktor Permintaan
Permintaan akan tenaga kerja murah dan wanita yang
dilacurkan, anak perempuan dan anak laki-laki baru-baru ini diidentifikasi
sebagai faktor 'tarik' utama yang terkait dengan perdagangan manusia oleh
Departemen Luar Negeri AS (2007). Seperti disebutkan sebelumnya, para pelaku
perdagangan manusia yang tidak bermoral sering kali memanfaatkan keluarga di
desa-desa terpencil dengan menipu orang tua untuk berpisah dengan anak-anak
mereka dengan imbalan bayaran dan janji pekerjaan yang layak. Pemain kunci
lainnya termasuk pemilik rumah bordil, pejabat korup dalam penegakan hukum,
imigrasi dan sistem peradilan yang lemah dalam menegakkan hukum karena
keuntungan mereka sendiri dari perdagangan seks ilegal (Beyrer, 2001; Kapstein,
2006). Dan akhirnya, orang-orang dari negara-negara industri dan berkembang
yang menjaga para pedagang dalam bisnis, dan menambah pundipundi pejabat korup
melalui pembelian, eksploitasi dan pelecehan anak-anak mereka tidak dapat
diabaikan. Menurut Kampanye Not for Sale, satu juta anak setiap hari dipaksa
untuk menjual tubuh mereka di industri seks industri global karena pariwisata seks
adalah industri yang berkembang pesat di Asia Tenggara dengan turis laki-laki
membayar premi tinggi untuk seks dengan anak-anak dan kurangnya upaya
pemerintah untuk mengadili dan menghukum pejabat yang mengambil keuntungan dari
atau terlibat dalam perdagangan manusia (http://notforsalecampaign.org).
Perdagangan seks tidak akan ada tanpa pembeli seks dan permintaan global akan
korban murah untuk dieksploitasi (Departemen Luar Negeri AS, 2007). (Buckley 2007).
Bentuk-bentuk
tarfficking
1)
Eksploitasi seksual
Eksploitasi
seksual dibedakan menjadi dua yaitu:
·
Eksploitasi seksual komersial untuk prostitusi.
Misalnya perempuan yang miskin dari kampung atau
mengalami perceraian karena akibat kawin muda atau putus sekolah kemudian
diajak bekerja ditempat hiburan kemudian dijadikan pekerja seks atau panti
pijat. Korban bekerja untuk mucikari atau disebut juga germo yang punya
peratutan yang eksploitatif, misalnya jam kerja yang tak terbatas agar
menghasilkan uang yang jumlahnya tidak ditentukan. Korban tidak berdaya untuk
menolak melayani laki-laki hidung belang yang menginginkan tubuhnya dan jika ia
menolak maka sang mucikari tidak segan-segan untuk menyiksanya karena biasanya
mereka punya bodigard-budigard yang mengawasi mereka.
·
Eksploitasi non komersial,
Misalnya pencabulan terhadap anak, perkosaan dan
kekerasan seksual. Banyak pelaku pencabulan dan perkosaan yang dapat dengan
bebas menghirup udara kebebasan dengan tanpa dijerat hukum. Sementara perempuan
sebagai korban harus menderita secara lahir dan batin seumur hidup bahkan ada
yang putus asa dan mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, ada juga yang karena
tidak sanggup menghadapi semuanya terganggu jiwanya.
2)
Pekerja rumah tangga
Pembantu rumah tangga yang bekerja baik di luar maupun
di dalam wilayah Indonesia dijadikan korban kedalam kondisi kerja yang dibawah
paksaan, pengekangan dan tidak diperbolehkan menolak bekerja. mereka bekerja
dengan jam kerja yang panjang, upah yang tidak dibayar. Selama ini juga pekerja
rumah tangga tau yang disebut pembantu tidaklah dianggap sebagai pekerja formal
melainkan sebagai hubungan informal antara pekerja dan majikan, dan pekerjaan
kasar yang tidak membutuhkan keterampilan. upah yang diterima sangat rendah
dibawah UMR yang tidak sebanding dengan pekerjaan yang dilakukan, dimana jam
kerja yang sangat panjang, tidak ada libur, bahkan banyak yang tidak ada waku
untuk istirahat.
3)
Penjualan bayi
Di sejumlah negara maju, motif adopsi anak pada
keluarga modern menjadi salah satu penyebab maraknya incaran trafficker.
Keluarga modern yang enggan mendapatkan keturunan dari hasil pernikahan menjadi
rela mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk mengadopsi anak. Kebutuhan
adopsi massal itulah yang menyebabkan lahirnya para penjual bayi, calo-calo
anak dan segenap jaringannya.
Di sisi lain, negara-negara berkembang masih dipenuhi
warga miskin dengan segala persoalannya, yang kemudian menjadi sasaran
pencarian anak-anak yang akan diadopsi melalui proses perdagangan. Misalnya
hilangnya 300 anak pasca sunami di Aceh yang kemudian dilarikan oleh LSM.
Banyak pihak yang menduga anak itu dilarikan ke Amerika.Selama tahun 2007,
gugus tugas anti trafficking Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (GTA MNPP) menemukan
sekitar 500 anak Indonesia yang diperdagangkan ke Swedia. Para trafficker tidak
hanya mengambil anak-anak usia belita, usia sekolah dan remaja saja janinpun
bisa mereka tampung.
4)
Jeratan Hutang
Jeratan hutang adalah salah satu bentuk dari
perbudakan tradiional, di mana korban tidak bisa melarikan diri dari pekerjaan
atau tempatnya bekerja sampai hutangnya lunas.
5)
Peredar narkoba dan pengemis
Dunia saat ini sudah diserang virus berbahaya yang
Namanya narkoba. Narkoba sudah mengglobal di seluruh dunia dan sulit untuk dicegah
penyebarannya mulai dari kota besar sampai kepelosok desa. karena secara materi
hasil dari penjualan narkoba sangat fantastis dibanding dengan pekerjaan atau
bisnis apapun. Inilah salah satu yang menyebabkan orang-orang terjun
kelingkungan mafia, karena satu sisi hasilnya sangat menggiurkan dan disisi
lain ia sulit menemukan pekerjaan yang layak dengan penghasilan besar walaupun
resikonya juga sangat besar.
6)
Pengantin pesanan Pos (Mail order Bride)
Kasus ini dapat terjadi salah satunya adalah karena
tingginya mahar yang diminta oleh pihak perempuan, sementara laki-laknya tidak
mampu secara ekonomi untuk memenuhinya sedangkan usia mereka lebih dari cukup
untuk menikah. Maka salah satu caranya adalah dengan membeli perempuan dari
luar negeri untuk dinikahinya karena tidak perlu memberikan mahar yang besar
dan lebih mau menuruti apa maunya si lakilaki. Ini dialami oleh seorang TKW
dimana ia menceritakan bahwa ia telah menikah dengan laki-laki asal timur
tengah, namun ironinya Ketika perempuan tersebut hamil ia dipulangkan ke
Indonesia dengan tanpa sepersenpun diberi nafkah dan biaya persalinan.
Ada dua metode yang dikembangkan dalam melihat
perkawinan sebagai salah satu penipuan.
·
Perkawinan digunakan sebagai jalan penipuan untuk
mengambil perempuan tersebut dan membawa ke wilayah lain yang sangat asing,
namun sesampai di wilayah tujuan perempuan tersebut disalurkan dalam industri
seks atau prostitusi. Ini sangat ironi sekali dan sangat bias gender, dimana
seorang suami yang harusnya berkewajiban mencari nafkah untuk keluarga justru
sebaliknya ia menghamburhamburkan uang yang dikumpulkan istri. Mungkin ini
karena pihak laki-laki merasa ia sudah membeli si perempuan sehingga ia
menganggap bahwa perempuan itu adalah budaknya yang bisa bebas ia perlakukan.
·
Perkawinan untuk memasukkan perempuan ke dalam rumah
tangga untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domistik yang sangat eksploitatif
bentuknya. Fenomena pengantin pesanan ini banyak terjadi dalam masyarakat
keturunan cina di Kalimantan Barat dengan para suami berasal dari Taiwan
walaupun dari Jawa Timur diberitakan telah terjadi beberapa kasus serupa.
7)
Donor paksa organ tubuh
Perdagangan organ tubuh manusia kini semakin merajalela seiring dengan
kemajuan teknologi dibidang kedokteran, misalnya saja teknologi cangkok jantung,
ini biasanya dipesan untuk mereka para penderita jantung yang berkantong tebal dan “turis
cangkok” sebutan untuk para pasien yang datang ke negara-negara miskin
untuk membeli organ tubuh orang-orang miskin. Di Indonesia, modus penjualan
organ tubuh ini beranika ragam, ada yang menjual karena terdesak kebutuhan
ekonomi, misalnya yang dilakukan seorang ibu demi memenuhi biaya hidup,
pendidikan bahkan untuk pengobatan penyakit anaknya ia rela menjual organ
ginjalnya atau juga yang dilakukan dengan cara menipu sang donor. Bahkan
ditengarai ada kasus pembubuhan dengan tujuan mengambil organ tubuh korban
kemudian dijual.
Modus
trafficking
Dalam
menjalankan operandinya para trafficker sering menggunakan mudus berupa
iming-iming. Di antara modus-modusnya antara lain yaitu:
·
Tawaran Kerja
Salah satu modus human trafficking yang sering
dilakukan adalah penawaran kerja ke luar pulau atau luar negeri dengan gaji
tinggi. Pelaku biasanya mendatangi rumah calon korbannya dan saat
pemberangkatan juga tanpa dilengkapi surat keterangan dari pemerintah desa
setempat. Cara tersebut dilakukan untuk menghilangkan kecurigaan sejumlah
pihak, termasuk memberi kemudahan kepada keluarga korban untuk dapat diterima
kerja tanpa harus mengurus sejumlah surat kelengkapan kerja di luar daerah atau
negeri. Dari pihak orang tua korban sudah tidak memperdulikan aturan atau
kelengkapan surat-surat kerja karena sudah termakan oleh bujukan pelaku.
Modusnya adalah para calo atau perantara memberi
iming-iming bagi para korban dengan menawarkan bekerja di mall dan salon dengan
gaji besar. Selanjutnya korban diserahkan pada germo yang kemudian dipekerjakan
secara paksa sebagai wanita penghibur di tempat-tempat hiburan malam.
Selain aspek pemaksaan yang menyalahi aturan, aspek
upah juga sangat merugikan para korban. Mereka hanya mendapatkan sedikit upah
dari transaksi. pdahal sekali kencan korban diberi uang oleh hidung belang
sekitar kurang lebih 500 ribu sekali kencan. Hal ini biasanya dijadikan dalih
oleh para germo sebagai pembiayaan fasilitas antar jemput, baju, dan rias bagus
serta modis agar lebih menarik.
·
Bius
Rayuan dan iming-iming pekerjaan bukan lagi menjadi
modus yang paling sering dilakukan dalam human trafficking, tetapi saat
ini orang bisa menjadi korban perdagangan manusia dengan kekerasan seperti
dibius.
Modus ini menggunakan kekerasan, cara modus ini
berawal dari penculikan terhadap korban, kemudian pelaku membiusnya dengan
suntikan ataupun dengan alat yang lain yang digunakan untuk membius. Kemudian
korban dibawa dan dipertemukan dengan sang bos. Setelah itu korban diserahkan
jaringan lainnya untuk dibawa ke negara lain tanpa membawa paspor untuk
dipekerjakan secara paksa sebagai pekerja seks.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. DEFINISI
Perdagangan orang (trafficking) adalah bentuk modern dari perbudakan manusia.
Perdagangan orang juga merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dan
pelanggaran harkat dan martabat manusia, dengan sendirinya merupakan
pelanggaran hak asasi manusia.
Hak tersebut merupakan hak asasi manusia yang
hakiki, sehingga perdagangan orang termasuk
pelanggaran terhadap undang-undang hak asasi manusia, dimana para pelaku akan dikenakan sanksi
pidana. Untuk itu dalam penerapan sanksi hukum bagi pelaku perdagangan orang
perlu kajian dalam sanksi berat yang terdapat dalam undang-undang tentang
perdagangan orang, atau undang-undang tentang hak asasi
manusia. Tindak pidana perdagangan orang dapat diketahui bahwa penanganan
setiap kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia saat terjadi keadaan darurat
harus segera dilakukan
berdasarkan peraturan keadaan darurat yang penyelesaiannya dibatasi secara tegas, melalui pengadilan.
A.
ETIOLOGI
Terdapat aspek universal
dibalik masalah human trafficking
yang dialami negara-negara di seluruh dunia.
Penyebabnya adalah poverty,
globalization, the sex tourism industry,
women’s rights and general global education levels.
Korban trafficking
adalah mereka yang terpinggirkan, terutama kaum perempuan (kondisi kemiskinan
dan ketidakmandirian yang mereka alami). Kondisi-kondisi psikologis dan masalah kemiskinan secara sistematis mendorong
individu untuk melakukan apapun untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Berikut adalah faktor-faktor yang dipandang
sebagai penyebab terjadinya masalah human
trafficking.
Adapun
beberapa faktor penyebab Human
Trafficking adalah sebagai berikut:
a. Kemiskinan
Kemiskinan termasuk faktor utama yang mendorong orang untuk
melakukan apapun agar keluar dari keterbatasan yang dialami. Supply side (sisi pasokan) dipengaruhi
faktor kemiskinan yang dialami individu (keterbatasan sarana dan akses kebutuhan hidup). Sisi permintaan (demand side) mengacu pada industri komersial atau kegiatan yang
mengandalkan kemiskinan sebagai
komoditas (individu diperdagangkan secara ilegal)
dengan tujuan mempertahankan profit atau keuntungan. Berbagai pandangan lembaga
atau organisasi secara mayoritas menyebut, faktor utama dan akar penyebab
perdagangan manusia adalah dipengaruhi supply
side akibat dari kemiskinan. Faktor kemiskinan mendorong jutaan
orang Indonesia melakukan
migrasi, domestik maupun
internasional yang dipandang sebagai sebuah cara memperoleh kehidupan yang baik bagi dirinya dan keluarga. Berdasarkan hasil riset, sebuah
studi di 41 negara menunjukkan bahwa keinginan untuk meningkatkan kondisi
ekonomi dan kurangnya
kesempatan kerja adalah salah satu alasan
utama wanita mencari pekerjaan di luar negeri Pengaruh kemiskinan tersebut melahirkan
berbagai dampak sosial. Terdapat fakta memprihatinkan, bahwa konsekuensi
kemiskinan menempatkan posisi perempuan sebagai pihak yang sangat beresiko
terjebak kejahatan, intimidasi, dan eksploitasi praktek perdagangan manusia.
b. Minimnya Tingkat pendidikan
Selain faktor ekonomi, rendahnya pemenuhan hak atas akses
pendidikan turut melatari munculnya korban kejahatan. Tingginya kasus perdagangan ini tidak hanya disebabkan faktor kemiskinan
atau ekonomi, tetapi juga pada minimnya tingkat pembangunan Sumber Daya Manusia
(SDM) dalam bidang pendidikan. Resiko pengaruhnya pada tingkat pendidikan yang minim,
tamat SD atau bahkan tidak bersekolah. Pengetahuan yang minim membuat mereka
mudah ditipu dan diperdaya
sehingga mudah dijadikan korban human traficking.
c. Pengangguran
Pengangguran sebagai salah satu penyebab maraknya korban
perdagangan manusia di Indonesia. Berbagai
sumber mencatat, masalah sosial berpengaruh besarterhadap kompleksitas kejahatan di indonesia.
Beberapa korban adalah mereka yang tidak mampu, atau dikategorikan sebagai
kelompok masyarakat rentan.
B. MANIFESTASI
KLINIS
Trafficking adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan,
pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penyalah gunaan kekuasaan atau posisi rentan ,
penjejeran utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh
persetujuan dari orang orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut,
baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara untuk tujuan
eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, atau sosial yang diakibatkan tindak pidana perdagangan
orang. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi yang melakukan tindak pidana perdagangan orang.
C. RENTANG
RESPON
Respon Adaptif
Respon Maladaptif
Aktualisasi diri |
Konsep Diri positif |
Harga Diri rendah |
Kerancuan Identitas |
Depersonalisasi |
a. Respon adaptif
Menurut Eko (2014), respon adaptif adalah kemampuan individu dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapinya
1. Aktualisasi diri adalah
pernyataan diri tentang konsep diri yang positif
dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
2. Konsep diri positif adalah
apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri
dan menyadari hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya.
b.
Respon Maladaptif
Menurut Eko (2014), respon maladaptif adalah respon yang diberikan
individu ketika dia tidakmampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
1.
Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya yang negatif dan merasa lebih
rendah dari orang lain.
2.
Kerancuan identitas adalah identitas
diri kacau atau tidak jelas sehingga
tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
3.
Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal
diri yaitu mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat
membina hubungan baik dengan orang lain.
RENTANG POHON
MASALAH
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.
Harga Diri Rendah (HDR)
b. Isolasi Sosial
c. Perubahan Persepsi Sensori
: Halusinasi
NO |
DIAGNOSIS KEPERAWATAN |
PERENCANAAN |
|||
Tujuan (TUK/TUM) |
Kriteria Hasil |
Intervensi |
Rasional |
||
1 |
HARGA DIRI RENDAH KRONIK |
1.
Klien dapat membina hubungan saling percaya |
1.1
Expresi wajah bersahabat
menunjukkan rasa senang ada kontak mata,mau berjabat tangan, mau menjawab
salam, klien mau dududk berdampingan dengan perawat dan mau mengutarakan masalah
yang dihadapi |
1.a.1.
Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi
terapeutik a.
Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal b.
Perkenalkan
diri dengan sopan c.
Tanyakan
nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien d.
Jelaskan
tujuan pertemuan e.
Jujur
dan menepati waktu f.
Tunjukkan sifat empati dari
menerima klien apa adanya g.
Beri
perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien h.
Diskusikan
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien |
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan
interaksi selanjutnya. |
|
|
2.
Klien dapat mengidentifikasi kemapuan dan aspek positif yang dimiliki |
2.1
Klien mengidentifikasi kemampuan dan aspek posotof yang dimilki 3.1
Kemampuan yang dimiliki klien 4.1
Aspek positif keluarga 5.1
Aspek positif lingkungan yang dimiliki klien |
4.1.1
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien 4.1.2
Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi nilai negative 4.1.3
Utamakan memberi pujian yang reaalistik |
Diskusikan tingkat kemampuan klien
seperti menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego sebagai
dasar asuhan keperawatan. Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri Pujian yang realistis tidak menyebabkan melakukan kegiatan hanya karna ingin mendapat pujian. |
|
|
3.
Klien dapat menilai kemampuan
yang digunakan |
1.1
Klien menilai kemampuan yang dapat digunakan |
2.1.1
Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit. 2.1.1
Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaan |
Keterbukaann dan pengertian tentang kemampuan
yang dimiliki adalah prasarat untuk berubah. Pengertian tantang kemampuan yang
dimiliki diri motivasi untuk tetap mempertahankan penggunaannya |
|
|
4. Klien dapat
(menetapkan) kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki |
4.1 Klien membuat rencana kegiatan harian |
4.1.1
Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan: a.
Kegiatan mandiri b.
Kegiatan dengan bantuan
sebagian c.
Kegiatan yang membutuhkan
total 4.1.2
Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan toleransi kondisi klien. 4.1.3
Beri contoh cara pelaksanaan kegiatann yang boleh klien lakukan. |
Klien adalah individu yang
bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Klien
perlu bertindak secara realistis dalam kehidupannya. Contoh peran yang dilihat klien akan
memotivasi klien untuk melaksanakan kegiatan. |
|
|
5. Klien melakukan kegiatan
sesuai kondisi |
5.1 Klien melakukan kegiatan sesuai kondisi
sakit dan kemampuannya |
6. 1.2 Beri kesempatan kepada klien untuk mencoba
kegiatan yang telah direncanakan 6. 2.2 Beri pujian atas keberhasilan klien Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah |
Memberikan kesempatan kepada
klien mandiri dirumah. Reinforcement positif akan
meningkatkan harga diri. Memberikan kesempatan kepada
klien untuk tetap melakukan kegiatan yang biasa dilakukan. |
|
|
6. Klien memanfaatkan sistem pendukung yang ada |
6.1 Klien memanfaatkan system pendukung yang ada
dikeluarga |
6. 1.1 Beri Pendidikan Kesehatan pada keluarga
tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah kronik 6.1.2
bantu
keluarga memnerikan dukungan selama klien dirawat |
Mendorong keluarga untuk
mampu merawat klien mandiri dirumah Support system keluarga akan sangat
berpengaruh dalam mempercepat proses penyembuhan. Meningkatkan peran serta
keluarga dalam merawat klien dirumah. |
2 |
ISOLASI SOSIAL |
TUM: Klien dapat berinteraksi
dengan orang lain. TUK 1 Klien dapat membina hubungan
saling percaya |
1.1 Setelah 1x interaksi, klien menunjukkan
tanda-tanda percaya kepada perawat: a. Ekspresi wajah cerah,
tersenyum b. Mau berkenalan c. ada kontak mata d. Bersedia menceritakan
perasaan e. Bersedia mengungkapkan
masalah 6.2 |
1.1.1 Bina hubungan saling
percaya dengan mengemukanakn prinsip ko Memberikan kesempatan kepada klien
untuk tetap melakukan kegiatan yang biasa dilakukan. Komunikasi teraputik: a.
Mengucapkan
salam terapeutik. Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal b.
Berjabat
tangan dengan klien c.
Perkenalkan
diri dengan klien d.
Tanyakan
nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien e.
Jelaskan
tujuan pertemuan f.
Membuat
kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu klien. g.
Tunjukkan
sikap empati dan menerima klien apa adanya h.
Beri
perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien |
Membina hubungan saling
percaya dengan klien. Kontak yang jujur, singkat, dan konsisten dengan
perawat dapat membantu klien membina kembali interaksi penuh percaya dengan
orang lain |
|
|
TUK 2: Klien mampu menyebutkan
penyebab isolasi sosial |
Kriteria evaluasi: 1.2 Klien dapat menyebabkan minimal satu penyeab
isolasi sosial. Penyebab munculnya isolasi sosial: diri sendiri, orang lain,
dan lingkungan |
2. 1.1
Tanyakan
pada klien tentang: a.
Orang
yang tinggal serumah atau sekamar dengan klien b.
Orang
yang paling dekat dengan klien di rumah atau ruang perawatan c.
Hal apa
yang membuat klien dekat dengan orang tersebut d.
Orang
yang tidak dekat dengan klien, baik dirumah ataupun di ruang perawatan e.
Apa
yang membuat klien tidak dekat dengan orang tersebut f.
Upaya
yang sudah dilakukan agar dekat dengan orang lain 2. 2.1
Diskusiakn
dengan klien penyebab isolasi sosial atau tidak mau bergaul dengan orang lain 2. 3.1
Beri
pujian terhadap kemampuan klien dalam mengungkapkan perasaan |
|
|
|
TUK 3 Klien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan
sosial dan kerugian dari isolasi sosial |
Kriteria evaluasi: 3.1 Klien dapat menyebutkan keuntungan
dalam berhubungan sosial, seperti: a. Banyak teman b. Tidak kesepian c. Bisa diskusi d. Saling menolong 3.2 Klien dapat menyebutkan
kerugian menarik diri , seperti: a. sendiri b. kesepian c. tidak bisa diskusi |
3.1.1 Tanyakan kepada klien
tentang: a. Manfaat hubungan sosial b. kerugian isolasi sosial 3.1.2 Diskusikan Bersama
klien tentang manfaat hubungan sosial dan kerugian isolasi sosial. a. Beri pujian terhadap
kemampuan klien dalam mengungkapkan perasaannya 2. 4.1
|
Perbedaan seputar manfaat
hubungan sosial dan kerugian isolasi sosial Membantu klien
mengidentifikasi apa yang terjadi pada dirinya, sehingga dapat diambil
Langkah untuk mengatasi masalah ini. Penguatan (reinforcement)
dapat membantu meningkatkan harga diri klien |
|
|
TUK 4: Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara
bertahap |
Kriteria evaluasi: 4.1 Klien dapat melaksanakan
hubungan sosial secara bertahap dengan: a. perawat b. perawat lain c. klien lain d. keluarga e. kelompok |
4.1.1. observasi perilaku
klien Ketika berhubungan sosial 4.1.2 jelaskan kepada klien
cara berinteraksi dengan orang lain 4.1.3 berikan cntoh cara
berbicara dengan orang lain 4.1.4 beri kesempatan klien mempraktikkan cara
beriterksi dengan orang lain yang dilakukan dihadapan perawat 4.1.5 bantu klien
berinteraksi dengan orang lain, teman, atau anggota keluarga 4.1.6 bila klien sudah
menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengandua, tiga, empat
orang dan seterusnya |
Kehadiran orang yang dapat
dipercaya memberi klien rasa aman dan terlindungi. Setelah dapat berinteraksi
dengan orang lain dan memberi kesempatan klien dalam mengikuti akitfitas
kelompok, klien merasa lebih berguna dan rasa percaya diri klien dapat tumbuh
kembali. |
|
|
|
|
4.1.6 Bila klien sudah menunjukkan kemajuan tingkatkan
jumlah interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya. 4.1.7 Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi
yang telah dilakukan klien. 4.1.8 Latih klien bercakap-cakap dengan angota
keluarga saat melakukan kegiatan harian dan kegiatan rumah tangga 4.1.9 Latih klien bercakap-cakap saat melakukan
kegiatan sosial, misalnya: belanja ke warung, ke pasar, ke kantor pos, ke
bank dan lain-lain 4.1.10 Siap
mendengarkan ekspresi perasaan klien setelah berinteraksi dengan orang lain.
Mungkin klien akan mengucapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan
terus menerus agar klien tetap semangat meningkatkan interaksinya. |
|
|
|
TUK 5: Klien mampu menjelaskan perasaannya setelah berhubungan sosial |
Kritria evaluasi: 5.1 Klien dapat menjelaskan perasaanya setelah
berhubungan sosial dengan: a. orang lain b. kelompok |
5.1.1 Diskusikan dengan klien tentang perasaanya
setelah berhubungan sosial dengan : a. orang lain b. kelompok 5.1.2 Beri pujian terhadap kemampuan klien
mengungkap perasaannya. |
Ketika klien merasa dirinya lebih baik dan mempunyai makna interaksi
sosial dengan orang lain dapat ditingkatkan. |
|
|
TUK 6: Klien dapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial |
Kriteria hasil: 6.1 Keluarga dapat menjelaskan tentang: a. Isolasi
sosial beserta tanda dan gejalanya b. Penyebab
dan akibat dari isolasi sosial c. Cara
merawat klien menarik diri. |
6.1.1 Diskusikan pentingnya peran serta keluarga
sebagai pendukung untuk mengatasi perilaku isolasi sosial 6.1.2 Diskusikan potensi keluarga untuk membantu
klien mengatasi perilaku isolasi sosial 6.1.3 Jelaskan pada keluarga tentang: a. Isolasi
sosial beserta tanda dan gejalanya b. Penyebab
dan akibatisolasi sosial c. Cara
merawat klien isolasi sosial 6.1.4 Latih keluarga cara merawat klien isolasi
sosial 6.1.5 Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba
cara yang telah dilatih 6.1.6 Beri motivasi keluarga agar membantu klien
untuk bersosialisasi. |
Ketika klien merasa dirinya lebih baik dan mempunyai makna, interaksi
sosial dengan orang lain dapat ditingaktkan. Dukungan dari keluarga merupakan bagian penting dari rehabilitasi
klien |
3. |
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi |
1. Klien dapat
membina hubungan saling percaya 2. Klien dapat
mengenali halusinasinya |
2.1
Ekspresi wajah bersahabat , menunjukkan
rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau
menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi. 2.1 Klien dapat menyebutkan waktu, isi,
frekuensi timbulnya halusinasi 2.2 Klien dapat
mengungkapkan perasaan terhadap halusinasi |
1.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan
mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik: a. Sapa klien
dengan ramah baik verbal maupun non verbal b. Perkenalkan
diri dengan sopan c. Tanyakan
nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien d. Jelaskan
tujuan pertemuan e. Jujur dan
menepati janji f.
Tunjukkan sikap empati dan menerima klien
apa adanya g. Beri
perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien 1.1.2 Adakan kontak
sering dan singkat secara bertahap 2.2.1 Observasi
tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya; bicara dan tertawa tanpa
stimulus memandang ke kiri atau ke kanan atau kedepan seolah-olah ada teman
bicara. 2.2.2 Bantu klien
mengenali halusinasinya a. Jika
menemukan yang sedang halusinasi, tanyakan apakah ada suara yang di dengar b. Jika klien
menjawab ada , lanjutkan: apa yang dikatakan c. Katakana
bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namu perawat sendiri tidak
mendengarnya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi) d. Katakan
bahwa klien ada juga yang seperti klien. 2.2.3 Diskusikan dengan Klien a.situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi b.Waktu dan frurekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang,sore, dan malam atau
jika sendiri jengkel atau sedih). 2.2.4.Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah atau takut, sedih,
senang). Beri kesempatan mengungkapkan perasaannya. |
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan
interaksi selanjutnya Kontak sering tapi singkat selain membina hubungan saling percaya juga
dapat memutuskan halusinasi Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan perwatan
dalam melakukan intervensi. Mengenal halusiansi memungkinkan klien untuk menghindarkan factor
pencetus timbulnya halusinasi. Dengan mengetahui waktu isi, dan frekuensi munculnya halusinasi mempermudah Tindakan keperawatan klien yang
akan dilakukan perawat Untuk mengidentifikasi pengaruh
halusinasi klien Untuk mengidentifikasikan pengaruh
halusinasi klien |
|
|
3. Klien dapat
mengontrol halusinasinya untuk mengendalikan halusinasinya |
3.1 Klien dapat
menyebutkan tindakan yang bisa
dilakukan terjadinya halusinasi(tidur,
marah, menyibukkan diri,dll) 3.2 Klien dapat menyebutkan cara baru 3.3Klien dapay memilih cara mengatasi halusinasinya seperti yang telah
didiskusikan dengan klien |
3.1.1 Identifikasi
Bersama klien, cara Tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasinya(tidur,marah,menyibukkan diri,dll) 3.2.1 Diskusikan manfaat cara yang dilakukan klien, jika bermanfaat
beri pujian 3.3.1 Diskusikan cara baru untuk Memutuskan atau mengontrol
halusinasi: a) Katakan:``
Saya Tidak mau dengar kamu’’ (pada
saat halusinasi terjadi) b) Menemui orang lain (perawat/teman/ anggota
keluarga) untuk bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang terdengar c) Membuat
jadwal kegiatan sehari agar halusinasi yang terdengar d) Minta
kluarga/teman/ perawat jika Nampak bicara sendiri 3.3.2 Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap |
Upaya untuk memutuskan siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak Berlanjut Reinfoncerment positif akan
meningkatkan harga diri klien Memberikan alternative pilihan bagi klien untuk mengontrol halusinasi Memotivasi dapat meningkatkan kegiatan klien untuk mencoba memilih
salah satu cara mengendalikan halusinasi dan dapat meningkatkan harga diri
klien Untuk mendapatkan bantuan keluarga mengontrol halusinasi Untuk mengetahui pengetahuan keluarga dan meningkatkan kemampuan
pengetahuan tentang halusinasi |
|
. |
4. Klien dapat
dukungan dari kluarga dalam mengontrol halusinasi |
4.1 Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat 4.2 Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan kegiatan untuk
mengendalikan halusinasi |
4.1 Anjurkan
klien untuk memberi tahu keluarga jika mengalami halusinasi 4.2 Diskusikan
dengan keluarga (pada saat berkunjungan /pada saat kunjungan rumah): a) Gejala
halusinasi yang dialami klien b) Cara yang
dapat dilakukan klien dan kluarga untuk memutuskasn halusinasi c) Cara
merawat anggota keluarga untuk memutus
halusinasi dirumah, beri kegiatan , jangan biarkan sendiri makan bersama
bepergian Bersama d) Beri
informasi waktu follow up atau kapan
perlu mendapat bantu: Halusinasi terkontrol dan resiko mencederai orang lain. |
Untuk mendapatkan bantuan keluarga mengontrol halusinasi Untuk mengetahui pengetahuan keluarga dan meningkatkan kemampuan
pengetahuan tentang halusinasi |
|
|
5.Klien dapat
memanfaatkan obat dengan baik |
5.1 klien dan kluarga dapat menyembuhkan manfaat, dosis dan efek
samping obat 5.2 Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obar secara benar 5.3 Klien dapat informasi tentang efek
samping obat 5.4 Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat 5.5 Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunan obat |
5.1.1 Diskusikan dengan klien
dan keluarga tentang dosis, frekuensi manfaat obat, 5.2.1 Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya 5.3.1Anjurkan klien bicara
dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping obat yang dirasakan 5.4.1 Diskusikan akibat
berhenti minum obat tanpa konsultasi 5.5.1 Bantu klien menggunakan
obat dengan prinsip benar |
Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat. Diharapkan klien melakukan program pengobatan, menilai kemampuan klien
dalam pengobatan sendiri Dengan mengetahui efek samping obat
klien akan tahu apa yang harus dilakukan setelah minum obat Program pengobatan dapat berjalan sesuai rencana Dengan mengetahui prinsip Penggunaan obat , maka kemandirian klien untuk pengobatan dapat ditingkatkan
secara bertahap |
NO |
PASIEN |
KELUARGA |
SP1P |
SP1K |
|
1 |
Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki klien Membantu klien menilai kemampuan klien yang masih
dapat digunakan Membantu klien memilih atau menetapkan kegiatan yang
akan dilatih sesuai dengan kemampuan klien Melatih klien sesuai dengan kemampuan yang dimiliki Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan
klien Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian |
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat klien di rumah Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri
rendah yang dialami klien beserta proses terjadinya Menjelaskan cara merawat klien dengan harga diri
rendah Mendemonstrasikan cara merawat klien dengan harga
diri rendah Memberikan kesempatan pada keluarga untuk
mempraktikkan cara merawat klien dengan harga diri rendah |
|
SP2P |
SP2K |
|
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien Melatih klien melakukan kegiatan lain Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian |
Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat langsung
kepaada klien harga diri rendah |
|
|
SP3K |
|
|
Membantu perencanaan pulang bersama keluarga
danmembuat jadwal aktivitas minum obat ( discharge planning) menjelaskan
follow up klien setelah pulang. |
RENCANA
KEPERAWATAN HARGA DIRI RENDAH KRONIK
DALAM BENTUK
STRATEGI PELAKSANAAN
RENCANA KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL
DALAM BENTUK STRATEGI PELAKSANAAN
NO |
PASIEN |
KELUARGA |
SP1P |
SP1K |
|
1 |
Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan
berinteraksi dengan orang lain Berdiskusi dengan klien tentang kerugian
berinteraksi dengan orang lain Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang Menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan
berbincang-bincang dengan orang lain
dalam kegiatan harian |
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat keluarga dalam merawat pasien Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi
sosial yang dialami klien beserta proses terjadinya Menjelaskan cara merawat klien dengan isolasi sosial |
|
SP2P |
SP2K |
|
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien Memberikan kesempatan kepada klien mempraktikkan
cara berkenalan dengan satu orang Membantu klien memasukkan kegiatan latihan
berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian |
Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien
dengan isolasi sosial Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat langsung
kepada klien isolasi sosial |
|
SP3P |
SP3K |
|
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien Memberikan kesempatan kepada klien mempraktikkan
cara berkenalan dengan dua orang atau lebih Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian |
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah
termasuk minum obat ( discharge
planning) menjelaskan follow up klien setelah pulang |
RENCANA KEPERAWATAN KLIEN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI :
HALUSINASI
DALAM BENTUK STRATEGI PELAKSANAAN
NO |
STRATEGI PELAKSANAAN |
|
SP1P |
SP1K |
|
1 |
Mengidentifikasi jenis halusinasi klien Mengidentifikasi isi halusinasi klien Mengidentifikasi waktu halusinasi klien Mengidentifikasi frekuensi halusinasi klien Mengidentifikasi situasi yang dapat
menimbulkan halusinasi klien Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi
klien Menganjurkan klien menghardik halusinasi Menganjurkan klien memasukkan cara
menghardik ke dalam kegiatan harian |
Mengidentifikasi masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat klien Memberikan pendidikan kesehatan tentang
pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami klien, tanda dan gejala
halusinasi, serta proses terjadinya halusinasi Menjelaskan cara merawat klien dengan dengan
halusinasi |
|
SP2P |
SP2K |
|
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien Melatih klien mengendalikan halusinasi
dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain Menganjurkan klien memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan harian |
Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat
klien dengan halusinasi Melatih keluarga melakukan cara merawat
langsung kepada klien halusinasi |
|
SP3P |
SP3K |
|
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien Melatih klien mengendalikan halusinasi
dengan cara melakukan kegiatan Menganjurkan klien memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan harian |
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas
dirumah termasuk minum obat
(discharge planning) Menjelaskan follow up klien setelah pulang |
|
SP4P |
|
|
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien Memberikan pendidikan kesehatan tentang
penggunaan obat secara teratur Menganjurkan klien memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan harian |
|
BAB IV
JURNAL
Perdagangan
Anak dan Eksploitasi Seksual Komersial: Tinjauan Kebijakan Pencegahan yang
Menjanjikan dan Program
Perdagangan anak, termasuk eksploitasi seksual
komersial (CSE), adalah salah satu kegiatan kriminal yang paling cepat
berkembang dan paling menguntungkan di dunia. Perbudakan global anak-anak
mempengaruhi tak terhitung banyaknya korban yang diperdagangkan di negara asal
mereka Manusia saat ini sedang dipaksa ke dalam kondisi perbudakan yang mirip
dengan perbudakan, dengan sedikit atau tanpa kesempatan untuk melepaskan ikatan
mereka. Perbudakan anak mempengaruhi tak terhitung banyaknya korban yang
diperdagangkan di dalam rumah mereka Meskipun Palermo adalah salah satu yang
paling banyak didukung, itu belum diadopsi secara rutin di seluruh dunia,
memperumit upaya untuk memperkirakan jumlah anak yang diperdagangkan. Di
Amerika Serikat, misalnya, Trafficking mencoba atau diangkut jauh dari rumah
mereka dan diperlakukan sebagai komoditas untuk dibeli, dijual, dan dijual
kembali untuk tenaga kerja atau eksploitasi seksual. Di seluruh dunia, anak
perempuan sangat mungkin untuk diperdagangkan ke dalam perdagangan seks: Anak
perempuan dan perempuan merupakan 98% dari mereka yang diperdagangkan untuk
CSE. Standar kesehatan dan keselamatan di lingkungan eksploitatif umumnya
sangat rendah, dan tingkat kekerasan yang dialami telah dikaitkan dengan
perkembangan fisik, psikologis, dan sosial-emosional yang merugikan. Pendekatan
berbasis hak asasi manusia untuk perdagangan anak memberikan kerangka
konseptual yang komprehensif di mana tanggapan yang berfokus pada korban dan
penegakan hukum dapat dikembangkan, diterapkan, dan dievaluasi. negara atau
diangkut jauh dari rumah mereka melintasi perbatasan dan diperlakukan sebagai
komoditas untuk dibeli, dijual, dan dijual kembali untuk tenaga kerja atau
eksploitasi seksual. Di seluruh dunia, anak perempuan sangat rentan untuk
diperdagangkan ke dalam perdagangan seks. Artikel ini menyoroti kebijakan dan
program yang menjanjikan yang dirancang untuk mencegah perdagangan anak dan CSE
dengan memerangi permintaan seks dengan anak-anak, mengurangi pasokan, dan
memperkuat komunitas. Literatur yang ditinjau meliputi publikasi akademik serta
laporan internasional dan pemerintah dan non-pemerintah. Implikasi untuk
kebijakan sosial dan penelitian masa depan disajikan. (Rafferty 2013)
Perbudakan modern anak, perdagangan
dan kesehatan
Tinjauan praktis tentang
faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kerentanan anak-anak dan potensi
dampak eksploitasi parah terhadap kesehatan
Perdagangan anak adalah suatu bentuk perbudakan
modern, suatu sistem yang berkembang pesat, bermutasi dan multifaset dari
eksploitasi manusia yang parah, kekerasan terhadap anak, pelecehan anak dan
pelanggaran hak-hak anak. Perbudakan modern dan perdagangan manusia (MSHT)
mewakili masalah kesehatan masyarakat global yang utama dengan para korban yang
terpapar risiko fisik, mental, psikologis, perkembangan, dan bahkan generasi
jangka pendek dan jangka panjang yang mendalam terhadap kesehatan. Anak-anak dengan
kerentanan yang meningkat terhadap MSHT, korban (dalam eksploitasi aktif) dan
penyintas (pasca eksploitasi MSHT) menghadiri pengaturan perawatan kesehatan,
menghadirkan jendela peluang penting untuk perlindungan dan intervensi
kesehatan. Pengakuan anak korban perbudakan modern bisa sangat menantang.
Penyedia layanan kesehatan mendapat manfaat dari pemahaman keragaman potensi
presentasi kesehatan fisik, mental, perilaku dan perkembangan, dan kompleksitas
tanggapan anak-anak terhadap ancaman, ketakutan, manipulasi, penipuan dan
pelecehan.
Profesional perawatan kesehatan juga didorong untuk
memiliki pengaruh, jika memungkinkan, di luar perawatan pasien individu.
Penelitian, wawasan kesehatan, advokasi dan promosi masukan penyintas MSHT
meningkatkan pengembangan kolaboratif pendekatan berbasis bukti untuk
pencegahan, intervensi dan perawatan setelah anak dan keluarga yang terkena
dampak. (Buckley 2007)
Fenomena Trafficking In Person Di
Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat
Fenomena perdagangan manusia di
wilayah perbatasan Kalimantan Barat merupakan salah satu dari sekian banyak
narasi permasalahan di beranda negara. Selain kemiskinan, keterbatasan akses
sumber daya dan ketidaktahuan masyarakat terhadap bahaya efek dari fenomena
ini. Masih banyak kasus demi kasus yang tidak terungkap, korban-korban
mendapatkan perlakuan tidak adil (di masyarakat maupun hukum). Pemerintah
sebagai pemangku kebijakan wajib memberikan perlindungan dan penghormatan
kepada hak asasi manusia, termasuk hak-hak perempuan yang selalu diidentikkan
sebagai pekerja rumah tangga. Perlindungan bagi perempuan yang menjadi tenaga
kerja di luar negeri, tanpa terkecuali mereka yang terjerumus sebagai korban
human trafficking. Di wilayah perbatasan, security masyarakat semestinya
menjadi prioritas utama negara. Jangan sampai ada kecolongan warga negara
menjadi korban perdagangan orang. Peran dan fungsi lembaga kemasyarakatan
termasuk lembaga adat, semestinya dapat menjadi alat kontrol negara dalam
memberantas kejahatan perdagangan manusia di wilayah perbatasan. (Niko 2016)
BAB VI
KESIMPULAN
1. HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki
oleh manusia, sesuai
dengan kodratnya (Kaelan: 2015).
2. Perdagangan manusia (human
trafficking) merupakan masalah yang cukup kompleks, baik di tingkat nasional
maupun internasional.
3. Convention on the Rights of the Child (CRC) adalah merupakan
salah satu konvensi
yang mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak.
4. Indonesia melalui Keputusan Presiden RI. Nomor 88 Tahun 2002 telah menetapkan suatu
kebijakan yang bersifat akseleratif tentang penghapusan perdagangan anak.
5. Perilaku yang termasuk dalam
kategori bentuk-bentuk perbudakan kontemporer
(contemporary forms of
slavery), meliputi:
§ Perdagangan anak.
§ Prostitusi anak.
§ Pornografi anak.
§ Eksploitasi pekerja
anak.
§ Mutilasi seksual
terhadap anak perempuan.
§ Pelibatan anak dalam konflik bersenjata.
§ Penghambaan.
§ Perdagangan manusia.
§ Perdagangan organ
tubuh manusia.
§ Eksploitasi untuk pelacuran, dan
§ Sejumlah kegiatan di bawah rezim apartheid dan penjajahan.
DAFTAR PUSTAKA
Buckley, Helen.
2007. “Children for Sale: Child Trafficking in Southeast Asia.” 16(September):
296–310.
Contemporary Forms of Slavery Fact Sheet No. 14, PBB
melalui Office
of The High Commisioner of Human Rights
Capernito, Lyda Juall. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed. 13. Jakarta: EGC
Farhana. 2010.
Aspek Hukum Perdagangan Orang di
Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
Niko, Nikodemus.
2016. “FENOMENA TRAFFICKING IN PERSON DI WILAYAH PERBATASAN KALIMANTAN BARAT.”
: 32–37.
Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan
Perempuan dan Anak (RAN-P3A) dan
adanya Undang-Undang Penghapusan Tindak Pidana
Perdagangan Orang (UU PTPPO), KEPRES
RI Nomor 88 Tahun 2002
Riyadi, Sujono
dan Teguh Purwanto. 2010. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu
Rafferty, Yvonne.
2013. “Child Trafficking and Commercial Sexual Exploitation: A Review of
Promising Prevention Policies and Programs.” American Journal of
Orthopsychiatry 83(4): 559–75.
Posting Komentar untuk "Asuhan Keperawatan pada Anak Korban Human Trafficking"