Asuhan Keperawatan pada Anak Korban Human Trafficking

 

Asuhan Keperawatan pada Anak Korban Trafficking

 


 



 

 

 

 

 

 

 

 



 

KATA PENGANTAR

 

              Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhana wata ‘ala, atas rahmat dan hidayahnya sehingga penulisan makalah hasil diskusi yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Anak Korban Trafficking” dapat terselesaikan. Dan terima kasih kepada seluruh anggota tim yang terlibat dalam pembuatan makalah ini sehingga dapat terselesaikan.

              Makalah hasil diskusi “Asuhan Keperawatan pada Anak Korban Trafficking” ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Keperawatan Psikiatri. Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, dan banyak kekurangan baik dalam cara penulisan dan isi dari makalah ini.

              Dengan adanya makalah ini, penulis berharap dapat lebih memahami mengenai Asuhan Keperawatan pada Anak Korban Trafficking

              Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat.

             

Makassar, 16 Oktober 2022

                       

                                                              Penulis

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR.. i

DAFTAR ISI. ii

BAB I PENDAHULUAN.. 4

Tujuan makalah. 6

BAB II PEMBAHASAN.. 7

Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak. 7

Perdagangan Anak (Child Trafficking) 8

Perbudakan Kontemporer (Contemporary Forms Of Slavery) 11

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perdagangan Anak. 13

Bentuk-bentuk tarfficking. 16

Modus trafficking. 19

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.. 21

DEFINISI. 21

MANIFESTASI KLINIS. 23

RENTANG RESPON.. 23

RENTANG POHON MASALAH.. 25

DIAGNOSA KEPERAWATAN.. 25

INTERVENSI KEPERAWATAN.. 26

            RENCANA KEPERAWATAN HARGA DIRI RENDAH KRONIK.. 42

            RENCANA KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL.. 43

RENCANA KEPERAWATAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI 44

BAB IV JURNAL.. 46

Perdagangan Anak dan Eksploitasi Seksual Komersial: Tinjauan Kebijakan Pencegahan yang Menjanjikan dan Program.. 46

Perbudakan modern anak, perdagangan dan kesehatan. 47

Fenomena Trafficking In Person Di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat 48

BAB VI KESIMPULAN.. 49

DAFTAR PUSTAKA.. 50

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.     Latar Belakang

 

Perdagangan manusia atau trafficking khususnya perempuan dan anak cukup mendapat soroton di berbagai media massa. Media massa tidak hanya sekedar menyoroti kasus-kasus tersebut saja, akan tetapi juga lika- liku tindakan penyelamatan yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap korban serta bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut. Kasus- kasus perdagangan manusia yang cukup mendapat sorotan media beberapa waktu yang lalu misalnya kasus penjualan tujuh orang perempuan Cianjur yang diperdagangkan sebagai pekerja seks komersial (PSK) ke Pekanbaru, Riau yang berhasil diselamatkan oleh Polres Cianjur beberapa waktu yang lalu. Upaya lainnya adalah upaya penyelamatan terhadap dua orang perempuan korban perdagangan perempuan yang dibebaskan oleh reporter SCTV dari Tekongnya di Malaysia. Dari kasus-kasus tersebut telah menguatkan bahwa trafficking merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan salah satu masalah yang perlu penanganan mendesak bagi seluruh komponen bangsa Indonesia. Karena hal ini mempengaruhi citra bangsa Indonesia itu sendiri dimata dunia internasional. Apalagi, data Departemen Luar Negeri Amerika Serikat telah menunjukkan bahwa Indonesia berada pada urutan ketiga sebagai pemasok perdagangan perempuan dan anak.

Tindak pidana perdagangan orang adalah merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahu 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam menimbang huruf b, bahwa perdagangan orang khususnya perempuan dan anak, merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia dan melanggar hak asasi manusia, sehingga harus diberantas. Lebih lanjut dalam huruf c menyebutkan bahwa perdagangan orang telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisasi dan tidak terorganisasi, baik bersifat antarnegara maupun dalam negeri sehingga    menjadi ancaman terhadap masyarakat, bangsa, dan negara, serta terhadap norma-norma kehidupan yang dilandasi atas penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Kondisi tersebut menjadi perhatian karena akan berdampak pada masalah psikologi pada korban Trafficking dan anak jalanan berkaitan dengan uraian tersebut kami mengambil judul “ Asuhan Keperawatan pada Korban Human Trafficking


B.     Tujuan makalah

 

 

Makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

 

1.      Perdagangan Manusia (Human Trafficking)

 

2.      Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak

 

3.      Perdagangan Anak (Child Trafficking)

 

4.      Pemberantasan Tindak Pidana Human Trafficking

 

5.      Perbudakan Kontemporer (Contemporary Forms Of Slavery).

 

6.      Asuhan Keperawatan pada Human Trafficking

 

Agar masalah pembahasan tidak terlalu luas dan lebih terfokus pada masalah dan tujuan dalam hal ini pembuatan makalah ini, maka dengan ini penyusun membatasi masalah hanya pada ruang lingkup HAM. Mencakup Human Trafficking

 


BAB II

PEMBAHASAN

1.      Perdagangan manusia (Human Trafficking)

 

Perdagangan manusia (human trafficking) merupakan masalah yang cukup kompleks, baik di tingkat nasional maupun internasional. Berbagai upaya telah dilakukan guna mencegah terjadinya praktek perdagangan manusia. Secara normatif, aturan hukum telah diciptakan guna mencegah dan mengatasi perdagangan manusia. Akan tetapi perdagangan manusia masih tetap berlangsung khususnya yang berkaitan dengan anak-anak. Permasalahan yang berkaitan dengan anak tidak lepas dari perhatian masyarakat internasional. Isu-isu seperti tenaga kerja anak, perdagangan anak, dan pornografi anak, merupakan masalah yang dikategorikan sebagai eksploitasi.

 

2.      Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak

 

Convention on the Rights of the Child (CRC) adalah merupakan salah satu konvensi yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak.

 

a.   Perlindungan hak-hak anak

 

Child is every human being below the age of eighteen years unless under the law applicable to the child, majority is attained earlier. Berdasarkan ketentuan ini selanjutnya ditentukan bahwa adanya keharusan bagi negara untuk memperhatikan segala bentuk kekerasan terhadap anak.

b.   Perhatian terhadap hak-hak anak

 

States parties shall take all appropriate national, bilateral and multilateral measures to prevent the abduction of the sale of or traffic in children for any aspects of the child’s welfare. Anak memerlukan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang. Pemberitaan tentang perdagangan manusia khususnya anak, di Indonesia kian marak baik dalam lingkup domestik maupun yang telah bersifat lintas batas negara. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kejahatan yang dilakukan oleh orang perorangan maupun oleh korporasi dalam batas wilayah suatu negara maupun yang dilakukan melintasi batas wilayah negara lain yang semakin meningkat. Kejahatan tersebut juga termasuk antara lain berupa penyeludupan tenaga kerja, penyeludupan imigran, perdagangan budak, wanita dan anak. Salah satu persoalan serius dan sangat meresahkan adalah dampak yang ditimbulkan dan berhubungan langsung terhadap nasib anak, yaitu berkaitan dengan perdagangan anak (child trafficking).

 

3. Perdagangan Anak (Child Trafficking)

 

Perdagangan anak yang terjadi di Indonesia telah mengancam eksistensi dan martabat kemanusiaan yang membahayakan masa depan anak.

 

Sisi global, perdagangan anak merupakan suatu kejahatan terorganisasi yang melampaui batas- batas negara, sehingga dikenal sebagai kejahatan transnasional. Indonesia tercatat dan dinyatakan sebagai salah satu negara sumber dan transit perdagangan anak internasional, khususnya untuk tujuan seks komersial dan buruh anak di dunia. Komitmen penghapusan perdagangan anak ini dikenal sebagai Kesepakatan Palermo Italia tahun 2001.

 

Kesepakatan penghapusan perdagangan anak sebagai isu global, sejalan dengan lingkup kesepakatan menghapus terorisme, penyeludupan senjata (arm smugling), peredaran gelap narkotika dan psikotropika, pencucian uang (money laundry), penyeludupan orang (people smugling) dan perdagangan orang termasuk anak (child trafficking). Indonesia telah meratifikasi dan mengundangkan protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk penghapusan kejahatan transnasional tersebut. Saat ini sedang dalam proses ratifikasi protokol Perserikatan Bangsa- Bangsa untuk menghapus dan mencegah perdagangan orang termasuk anak. Penguatan komitmen pemerintah Republik Indonesia dalam penghapusan perdagangan orang tercermin dari Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2002, tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN-P3A) dan adanya Undang- Undang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO). Program Legislasi Nasional 2005-2009 menegaskan RUU Tindak Pidana Perdagangan Orang berada diurutan 22 dari 55 prioritas RUU yang akan dibahas pada tahun 2005. Penindakan hukum kepada pelaku (trafficker) digiatkan melalui peningkatan kapasitas penegak hukum serta peningkatan kerjasama dengan pemangku kepentingan yang lain dan pihak penegak hukum negara sahabat sehingga Kepolisian Republik Indonesia berhasil memproses 23 kasus dari 43 kasus yang terungkap.

Pada tahun 2004-2005 (Maret), sebanyak 53 terdakwa telah mendapat vonis Pengadilan dengan putusan: bebas, dan hukuman penjara 6 bulan sampai yang terberat 13 tahun penjara atau rata- rata hukuman 3 tahun 3 bulan. Sosialisasi dan advokasi dari berbagai pihak kepada aparat penegak hukum telah membuahkan dijatuhkannya vonis hukuman yang cukup berat kepada trafficker.

 

Peningkatan perlindungan kepada korban perdagangan orang dilaksanakan dengan meningkatkan aksesibilitas layanan melalui pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu di Rumah Sakit Umum milik Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit Kepolisian Pusat dan Rumah Sakit Bhayangkara di daerah. Ruang Pelayanan Khusus Kepolisian yang dikelola oleh Polisi Wanita semakin ditambah yang kini jumlahnya mencapai 226 unit di 26 Kepolisian Daerah (Propinsi) dan masih akan terus diperluas ke Kepolisian Daerah yang lain dan Kepolisian Resort (Kabupaten/Kota) seluruh Indonesia. Di samping itu juga semakin banyak Lembaga Swadaya Masyarakat dan organisasi masyarakat yang mendirikan Women’s Crisis Centre, Drop In Center, atau Shelter yang kini jumlahnya 23 unit yang tersebar di 15 propinsi. Di samping itu, untuk pengungsi didirikan sedikitnya 20 unit Children Center bekerjasama dengan UNICEF dan Departemen Sosial. Beberapa pihak berpendapat bahwa para TKI tersebut banyak di antaranya yang terjebak dalam praktek-praktek perdagangan orang. Mereka dikirim ke Malaysia  menggunakan paspor dan visa kunjungan atau wisata untuk bekerja di sana.

 

4. Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Manusia (Human Trafficking)

 Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah mengesahkan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Adanya peningkatan jumlah korban perdagangan anak di Indonesia, telah menempatkan Indonesia ke dalam kelompok negara yang dikategorikan tidak berbuat maksimal.

 

Menyadari hal ini, Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 telah menetapkan suatu kebijakan yang bersifat akseleratif tentang penghapusan perdagangan anak. Berdasarkan Keputusan Presiden tersebut, maka penghapusan perdagangan anak dilakukan secara terorganisir, komprehensif, dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dengan prinsip utama, anak adalah korban.

 

Untuk menterjemahkan formulasi tersebut dalam bentuk implementasi, maka dikembangkan jejaring kelembagaan peduli anak. Demikian pula secara yuridis dimunculkan norma hukuman berat terhadap pelaku perdagangan anak. Adapun materi Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2002 antara lain, berisi:

 

1)            Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak yang selanjutnya disebut dengan RAN-P3A sebagai aspek konseptual atau formulasi.

 

2)               Pembentukan Gugus Tugas Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak yang selanjutnya disebut dengan GT-P3A pada lingkup nasional, propinsi, dan kabupaten/kota, sebagai aspek operasional atau implementasi. RAN-P3A bertujuan untuk menghapus segala bentuk perdagangan anak melalui pencapaian 4 (empat) tujuan khusus yaitu:

a.      Penetapan norma hukum dan tindakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak.

b.      Terlaksananya        rehabilitasi      dan     reintegrasi      sosial     korban perdagangan          anak.

c.      Terlaksananya       pencegahan      perdagangan      anak     di     keluarga dan masyarakat.

d.   Terciptanya kerjasama dan koordinasi penghapusan perdagangan anak lingkup internasional, regional, nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. (Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Office of The High Commisioner of Human Rights telah mengeluarkan Fact Sheet No. 14 dengan judul Contemporary Forms of Slavery)

5. Perbudakan Kontemporer (Contemporary Forms Of Slavery)

 

Perilaku       yang    termasuk     dalam     kategori     bentuk-bentu perbudakan kontemporer (contemporary forms of slavery), adalah:

 

1.      Perdagangan anak.

 

2.      Prostitusi anak.

 

3.      Pornografi anak.

 

4.      Eksploitasi pekerja anak.

 

5.      Mutilasi seksual terhadap anak perempuan.

 

6.      Pelibatan anak dalam konflik bersenjata.

 

7.      Penghambaan.

 

8.      Perdagangan manusia.

 

9.      Perdagangan organ tubuh manusia.

 

10.  Eksploitasi untuk pelacuran, dan

 

11.  Sejumlah kegiatan di bawah rezim apartheid dan penjajahan.

 

Berdasarkan informasi yang diterbitkan oleh United States Departement Of Justice, diperoleh data yang berkenaan dengan perdagangan manusia, antara lain:

a)      700 ribu (tujuh ratus ribu) sampai dengan 4.000.000 (empat juta) orang setiap tahun diperjualbelikan (dijual, dikirim, dipaksa, dan bekerja di luar kemauan) di seluruh dunia.

b)      Sebagian besar manusia yang diperdagangkan berasal dari negara-negara berkembang yang rendah tingkat ekonominya, untuk dibawa ke negara-negara maju

c)      Sebagian besar dari korban tersebut adalah perempuan dan anak-anak

d)      Para korban pada umumnya dijanjikan kehidupan yang lebih baik, pekerjaan dengan imbalan yang menarik, oleh sang pedagang

e)      Umumnya mereka dipaksa bekerja sebagai pelacur, pekerja paksa, pembantu rumah tangga, bahkan pengemis

f)       Untuk mengendalikan mereka biasanya dipakai upaya kekerasan atau ancaman kekerasan

Lebih dari dua juta perempuan bekerja di industri seks di luar keinginan mereka, dan diperkirakan    sekitar    40%   (empat   puluh   persen)   adalah    anak    di    bawah     umur. Akan tetapi dalam banyak hal, kerap kali terdapat perbedaan dalam menentukan batasan, pengertian, dan sumber dapat mengakibatkan perbedaan hasil yang menimbulkan tafsiran serta implikasi yang berbeda. Dalam situasi yang demikian, maka isu undocument migrant workers (pekerja pembantu rumah tangga anak) apabila ditafsirkan dengan tanpa batasan dapat mengakibatkan     perbedaan     persepsi     tentang     perdagangan      anak.      Untuk memberikan batasan yang pasti, maka dapat mengacu kepada Protocol to Prevent, Suppres and Punish Trafficking in Person Especially Women and Children. Protokol ini telah ditandatangani oleh pemerintah Indonesia. Di luar dari batasan dari protokol itu, pengertian perdagangan anak masih beragam. Hingga saat ini belum ada kesatuan yang bisa menggambarkan kejahatan perdagangan anak. Hal ini disebabkan semakin meluasnya dimensi kriminal dari perdagangan manusia sehingga batasan tradisional perdagangan manusia menjadi usang.

 

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perdagangan Anak

Karena mereka jarang diidentifikasi sebagai korban, layanan dukungan dan perlindungan yang sangat mereka butuhkan jarang diberikan (UNDAW, 2002). Akhirnya, beberapa anak meninggal akibat pelecehan dan eksploitasi, dan yang lainnya menghilang, keluarga mereka melaporkan bahwa mereka tidak mendengar kabar dari mereka sejak mereka meninggalkan rumah. 411 Meskipun sejumlah faktor telah dikaitkan dengan perdagangan anak, mereka seringkali hanya dicantumkan tanpa kerangka teoretis untuk memandu pengembangan penelitian di bidang ini. Perspektif ekologis yang dikembangkan oleh Bronfenbrenner (1986) ditawarkan di sini sebagai kerangka kerja yang memungkinkan untuk mengkonseptualisasikan faktor-faktor yang terkait dengan perdagangan anak. Perspektif ekologi menekankan hubungan antara manusia dan lingkungannya, daripada memeriksa karakteristik keduanya secara terpisah. Ketika diterapkan pada perdagangan anak sebagai masalah sosial, perspektif ekologi Bronfenbrenner berfokus pada karakteristik latar (misalnya, kemiskinan dan ketidaksetaraan ekonomi), faktor risiko anak dan keluarga (misalnya, jenis kelamin, usia, ras/etnis, fungsi keluarga, pendidikan).

·         Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi

Kemiskinan dan peningkatan ketimpangan ekonomi merupakan faktor risiko penting yang terkait dengan perdagangan anak dan CSE (Omeraniuk, 2005; Shifman, 2003). Memang, sebagian besar korban perdagangan manusia berasal dari keluarga di komunitas miskin yang kekurangan kesempatan ekonomi dan pekerjaan (ECPAT, 2002; Farr, 2005; UNICEF, 2005). Anak perempuan di Laos, misalnya, menjadi semakin rentan terhadap perdagangan karena Laos terletak di kawasan ekonomi yang berkembang pesat, indikator sosial ekonominya sendiri tetap rendah dan kesempatan kerja terbatas (Laos dan UNICEF, 2003). Kamboja juga menghadapi sejumlah besar masalah yang terkait dengan kemiskinan ekstrem dan perkiraan penutupan pabrik garmen, membuat anak-anak menjadi sasaran empuk lingkaran eksploitasi dan perdagangan manusia (ECPAT, 2006b). Dalam lingkungan kemiskinan yang parah, khususnya, daerah pedesaan yang miskin dan kota-kota kumuh, para pedagang memangsa, memikat korban yang tidak menaruh curiga dengan janji-janji palsu (ECPAT, 2002).

·         Faktor Risiko Anak dan Keluarga

Faktor risiko pada tingkat anak dan keluarga cenderung hidup berdampingan. Misalnya, selain menjadi kelompok yang paling mungkin menjadi miskin, etnis minoritas juga lebih cenderung tinggal di daerah pedesaan dan berpendidikan rendah (ECPAT, 2002; Laos dan UNICEF, 2003; Omeraniuk, 2005; UNICEF, 2005) . Menurut ECPAT (2006a), anakanak dari suku pegunungan di Thailand dan Myanmar sangat rentan terhadap eksploitasi karena kurangnya perlindungan hukum, stigma yang mereka hadapi, dan fakta bahwa mereka secara politis lemah serta menjadi kelompok yang paling mungkin menjadi miskin dan tidak berpendidikan

Faktor risiko yang terkait dengan perdagangan anak di tingkat anak diperparah untuk anak-anak tanpa perlindungan keluarga yang memadai. Misalnya, anak perempuan dari keluarga miskin, dan keluarga disfungsional khususnya, paling berisiko menjadi korban perdagangan manusia (Omeraniuk, 2005; UNDAW, 2002). Menurut LSCW (2005)

·         Ketidaksetaraan dan Diskriminasi Gender

Kerentanan anak perempuan yang hidup dalam kemiskinan semakin meningkat melalui tradisi budaya dan norma sosial yang melanggengkan sikap stereotip dan diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan (Asian Development Bank (ADB), 2006; ECPAT, 2002; IPU dan UNICEF, 2005; Mahler , 1997). Sikap diskriminatif yang sedang berlangsung terhadap perempuan dan anak perempuan di Asia Tenggara berakar pada sejarah dan budayanya, termasuk perdagangan seks kolonial, prostitusi, dan pergundikan (Bertone, 2000) yang sebagian dipupuk melalui hubungan ekonomi yang kompleks dan struktur yang terorganisir (Lim, 1998). Penggunaan Thailand untuk istirahat dan relaksasi militer selama Perang Vietnam semakin memperkuat sikap seksis dan eksploitatif terhadap perempuan muda (Bertone, 2000; Muecke, 1991). Di Asia Tenggara, diskriminasi gender (sejak lahir, dalam keluarga, di sekolah) terus meluas (IPU dan UNICEF, 2005). Status perempuan yang lebih terpinggirkan dibandingkan laki-laki, sebagai akibat dari stereotip gender yang berlaku dan peran sosial yang kurang dihargai, terus menempatkan gadis-gadis muda pada risiko perdagangan dan CSE (D'Cunha, 2002).

·         Faktor Permintaan

Permintaan akan tenaga kerja murah dan wanita yang dilacurkan, anak perempuan dan anak laki-laki baru-baru ini diidentifikasi sebagai faktor 'tarik' utama yang terkait dengan perdagangan manusia oleh Departemen Luar Negeri AS (2007). Seperti disebutkan sebelumnya, para pelaku perdagangan manusia yang tidak bermoral sering kali memanfaatkan keluarga di desa-desa terpencil dengan menipu orang tua untuk berpisah dengan anak-anak mereka dengan imbalan bayaran dan janji pekerjaan yang layak. Pemain kunci lainnya termasuk pemilik rumah bordil, pejabat korup dalam penegakan hukum, imigrasi dan sistem peradilan yang lemah dalam menegakkan hukum karena keuntungan mereka sendiri dari perdagangan seks ilegal (Beyrer, 2001; Kapstein, 2006). Dan akhirnya, orang-orang dari negara-negara industri dan berkembang yang menjaga para pedagang dalam bisnis, dan menambah pundipundi pejabat korup melalui pembelian, eksploitasi dan pelecehan anak-anak mereka tidak dapat diabaikan. Menurut Kampanye Not for Sale, satu juta anak setiap hari dipaksa untuk menjual tubuh mereka di industri seks industri global karena pariwisata seks adalah industri yang berkembang pesat di Asia Tenggara dengan turis laki-laki membayar premi tinggi untuk seks dengan anak-anak dan kurangnya upaya pemerintah untuk mengadili dan menghukum pejabat yang mengambil keuntungan dari atau terlibat dalam perdagangan manusia (http://notforsalecampaign.org). Perdagangan seks tidak akan ada tanpa pembeli seks dan permintaan global akan korban murah untuk dieksploitasi (Departemen Luar Negeri AS, 2007). (Buckley 2007).

 

Bentuk-bentuk tarfficking

1)      Eksploitasi seksual

Eksploitasi seksual dibedakan menjadi dua yaitu:

·         Eksploitasi seksual komersial untuk prostitusi.

Misalnya perempuan yang miskin dari kampung atau mengalami perceraian karena akibat kawin muda atau putus sekolah kemudian diajak bekerja ditempat hiburan kemudian dijadikan pekerja seks atau panti pijat. Korban bekerja untuk mucikari atau disebut juga germo yang punya peratutan yang eksploitatif, misalnya jam kerja yang tak terbatas agar menghasilkan uang yang jumlahnya tidak ditentukan. Korban tidak berdaya untuk menolak melayani laki-laki hidung belang yang menginginkan tubuhnya dan jika ia menolak maka sang mucikari tidak segan-segan untuk menyiksanya karena biasanya mereka punya bodigard-budigard yang mengawasi mereka.

·         Eksploitasi non komersial,

Misalnya pencabulan terhadap anak, perkosaan dan kekerasan seksual. Banyak pelaku pencabulan dan perkosaan yang dapat dengan bebas menghirup udara kebebasan dengan tanpa dijerat hukum. Sementara perempuan sebagai korban harus menderita secara lahir dan batin seumur hidup bahkan ada yang putus asa dan mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, ada juga yang karena tidak sanggup menghadapi semuanya terganggu jiwanya.

2)      Pekerja rumah tangga

Pembantu rumah tangga yang bekerja baik di luar maupun di dalam wilayah Indonesia dijadikan korban kedalam kondisi kerja yang dibawah paksaan, pengekangan dan tidak diperbolehkan menolak bekerja. mereka bekerja dengan jam kerja yang panjang, upah yang tidak dibayar. Selama ini juga pekerja rumah tangga tau yang disebut pembantu tidaklah dianggap sebagai pekerja formal melainkan sebagai hubungan informal antara pekerja dan majikan, dan pekerjaan kasar yang tidak membutuhkan keterampilan. upah yang diterima sangat rendah dibawah UMR yang tidak sebanding dengan pekerjaan yang dilakukan, dimana jam kerja yang sangat panjang, tidak ada libur, bahkan banyak yang tidak ada waku untuk istirahat.

3)      Penjualan bayi

Di sejumlah negara maju, motif adopsi anak pada keluarga modern menjadi salah satu penyebab maraknya incaran trafficker. Keluarga modern yang enggan mendapatkan keturunan dari hasil pernikahan menjadi rela mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk mengadopsi anak. Kebutuhan adopsi massal itulah yang menyebabkan lahirnya para penjual bayi, calo-calo anak dan segenap jaringannya.

Di sisi lain, negara-negara berkembang masih dipenuhi warga miskin dengan segala persoalannya, yang kemudian menjadi sasaran pencarian anak-anak yang akan diadopsi melalui proses perdagangan. Misalnya hilangnya 300 anak pasca sunami di Aceh yang kemudian dilarikan oleh LSM. Banyak pihak yang menduga anak itu dilarikan ke Amerika.Selama tahun 2007, gugus tugas anti trafficking Menteri Negara  Pemberdayaan Perempuan (GTA MNPP) menemukan sekitar 500 anak Indonesia yang diperdagangkan ke Swedia. Para trafficker tidak hanya mengambil anak-anak usia belita, usia sekolah dan remaja saja janinpun bisa mereka tampung.

4)      Jeratan Hutang

Jeratan hutang adalah salah satu bentuk dari perbudakan tradiional, di mana korban tidak bisa melarikan diri dari pekerjaan atau tempatnya bekerja sampai hutangnya lunas.

5)      Peredar narkoba dan pengemis

Dunia saat ini sudah diserang virus berbahaya yang Namanya narkoba. Narkoba sudah mengglobal di seluruh dunia dan sulit untuk dicegah penyebarannya mulai dari kota besar sampai kepelosok desa. karena secara materi hasil dari penjualan narkoba sangat fantastis dibanding dengan pekerjaan atau bisnis apapun. Inilah salah satu yang menyebabkan orang-orang terjun kelingkungan mafia, karena satu sisi hasilnya sangat menggiurkan dan disisi lain ia sulit menemukan pekerjaan yang layak dengan penghasilan besar walaupun resikonya juga sangat besar.

6)      Pengantin pesanan Pos (Mail order Bride)

Kasus ini dapat terjadi salah satunya adalah karena tingginya mahar yang diminta oleh pihak perempuan, sementara laki-laknya tidak mampu secara ekonomi untuk memenuhinya sedangkan usia mereka lebih dari cukup untuk menikah. Maka salah satu caranya adalah dengan membeli perempuan dari luar negeri untuk dinikahinya karena tidak perlu memberikan mahar yang besar dan lebih mau menuruti apa maunya si lakilaki. Ini dialami oleh seorang TKW dimana ia menceritakan bahwa ia telah menikah dengan laki-laki asal timur tengah, namun ironinya Ketika perempuan tersebut hamil ia dipulangkan ke Indonesia dengan tanpa sepersenpun diberi nafkah dan biaya persalinan.

Ada dua metode yang dikembangkan dalam melihat perkawinan sebagai salah satu penipuan.

·         Perkawinan digunakan sebagai jalan penipuan untuk mengambil perempuan tersebut dan membawa ke wilayah lain yang sangat asing, namun sesampai di wilayah tujuan perempuan tersebut disalurkan dalam industri seks atau prostitusi. Ini sangat ironi sekali dan sangat bias gender, dimana seorang suami yang harusnya berkewajiban mencari nafkah untuk keluarga justru sebaliknya ia menghamburhamburkan uang yang dikumpulkan istri. Mungkin ini karena pihak laki-laki merasa ia sudah membeli si perempuan sehingga ia menganggap bahwa perempuan itu adalah budaknya yang bisa bebas ia perlakukan.

·         Perkawinan untuk memasukkan perempuan ke dalam rumah tangga untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domistik yang sangat eksploitatif bentuknya. Fenomena pengantin pesanan ini banyak terjadi dalam masyarakat keturunan cina di Kalimantan Barat dengan para suami berasal dari Taiwan walaupun dari Jawa Timur diberitakan telah terjadi beberapa kasus serupa.

7)      Donor paksa organ tubuh

Perdagangan organ tubuh manusia kini semakin merajalela seiring dengan kemajuan teknologi dibidang kedokteran, misalnya saja teknologi cangkok jantung, ini biasanya dipesan untuk mereka para penderita jantung yang berkantong tebal dan “turis cangkok” sebutan untuk para pasien yang datang ke negara-negara miskin untuk membeli organ tubuh orang-orang miskin. Di Indonesia, modus penjualan organ tubuh ini beranika ragam, ada yang menjual karena terdesak kebutuhan ekonomi, misalnya yang dilakukan seorang ibu demi memenuhi biaya hidup, pendidikan bahkan untuk pengobatan penyakit anaknya ia rela menjual organ ginjalnya atau juga yang dilakukan dengan cara menipu sang donor. Bahkan ditengarai ada kasus pembubuhan dengan tujuan mengambil organ tubuh korban kemudian dijual.

 

Modus trafficking

Dalam menjalankan operandinya para trafficker sering menggunakan mudus berupa iming-iming. Di antara modus-modusnya antara lain yaitu:

·         Tawaran Kerja

Salah satu modus human trafficking yang sering dilakukan adalah penawaran kerja ke luar pulau atau luar negeri dengan gaji tinggi. Pelaku biasanya mendatangi rumah calon korbannya dan saat pemberangkatan juga tanpa dilengkapi surat keterangan dari pemerintah desa setempat. Cara tersebut dilakukan untuk menghilangkan kecurigaan sejumlah pihak, termasuk memberi kemudahan kepada keluarga korban untuk dapat diterima kerja tanpa harus mengurus sejumlah surat kelengkapan kerja di luar daerah atau negeri. Dari pihak orang tua korban sudah tidak memperdulikan aturan atau kelengkapan surat-surat kerja karena sudah termakan oleh bujukan pelaku.

Modusnya adalah para calo atau perantara memberi iming-iming bagi para korban dengan menawarkan bekerja di mall dan salon dengan gaji besar. Selanjutnya korban diserahkan pada germo yang kemudian dipekerjakan secara paksa sebagai wanita penghibur di tempat-tempat hiburan malam.

Selain aspek pemaksaan yang menyalahi aturan, aspek upah juga sangat merugikan para korban. Mereka hanya mendapatkan sedikit upah dari transaksi. pdahal sekali kencan korban diberi uang oleh hidung belang sekitar kurang lebih 500 ribu sekali kencan. Hal ini biasanya dijadikan dalih oleh para germo sebagai pembiayaan fasilitas antar jemput, baju, dan rias bagus serta modis agar lebih menarik.

·         Bius

Rayuan dan iming-iming pekerjaan bukan lagi menjadi modus yang paling sering dilakukan dalam human trafficking, tetapi saat ini orang bisa menjadi korban perdagangan manusia dengan kekerasan seperti dibius.

Modus ini menggunakan kekerasan, cara modus ini berawal dari penculikan terhadap korban, kemudian pelaku membiusnya dengan suntikan ataupun dengan alat yang lain yang digunakan untuk membius. Kemudian korban dibawa dan dipertemukan dengan sang bos. Setelah itu korban diserahkan jaringan lainnya untuk dibawa ke negara lain tanpa membawa paspor untuk dipekerjakan secara paksa sebagai pekerja seks.

 

 

 

 

 

 

 


BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

 

A. DEFINISI

 

Perdagangan orang (trafficking) adalah bentuk modern dari perbudakan manusia. Perdagangan orang juga merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dan pelanggaran harkat dan martabat manusia, dengan sendirinya merupakan pelanggaran hak asasi manusia.

Hak tersebut merupakan hak asasi manusia yang hakiki, sehingga perdagangan orang termasuk pelanggaran terhadap undang-undang hak asasi manusia, dimana para pelaku akan dikenakan sanksi pidana. Untuk itu dalam penerapan sanksi hukum bagi pelaku perdagangan orang perlu kajian dalam sanksi berat yang terdapat dalam undang-undang tentang perdagangan orang, atau undang-undang tentang hak asasi manusia. Tindak pidana perdagangan orang dapat diketahui bahwa penanganan setiap kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia saat terjadi keadaan darurat harus segera dilakukan berdasarkan peraturan keadaan darurat  yang  penyelesaiannya  dibatasi  secara  tegas,  melalui  pengadilan.

A.    ETIOLOGI

Terdapat aspek universal dibalik masalah human trafficking yang dialami negara-negara di seluruh dunia. Penyebabnya adalah poverty, globalization, the sex tourism industry, women’s rights and general global education levels. Korban trafficking adalah mereka yang terpinggirkan, terutama kaum perempuan (kondisi kemiskinan dan ketidakmandirian yang mereka alami). Kondisi-kondisi psikologis dan masalah kemiskinan secara sistematis mendorong individu untuk melakukan apapun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berikut adalah faktor-faktor yang dipandang sebagai penyebab terjadinya masalah human trafficking.

Adapun beberapa faktor penyebab Human Trafficking adalah sebagai berikut:

a.       Kemiskinan

Kemiskinan termasuk faktor utama yang mendorong orang untuk melakukan apapun agar keluar dari keterbatasan yang dialami. Supply side (sisi pasokan) dipengaruhi faktor kemiskinan yang dialami individu (keterbatasan  sarana  dan  akses  kebutuhan  hidup).  Sisi  permintaan (demand side) mengacu pada industri komersial atau kegiatan yang mengandalkan kemiskinan sebagai komoditas (individu diperdagangkan secara ilegal) dengan tujuan mempertahankan profit atau keuntungan. Berbagai pandangan lembaga atau organisasi secara mayoritas menyebut, faktor utama dan akar penyebab perdagangan manusia adalah dipengaruhi supply side akibat dari kemiskinan. Faktor kemiskinan mendorong jutaan orang Indonesia melakukan migrasi, domestik maupun internasional yang dipandang sebagai sebuah cara memperoleh kehidupan yang baik bagi dirinya dan keluarga. Berdasarkan hasil riset, sebuah studi di 41 negara menunjukkan bahwa keinginan untuk meningkatkan kondisi ekonomi dan kurangnya kesempatan kerja adalah salah satu alasan utama wanita mencari pekerjaan di luar negeri Pengaruh kemiskinan tersebut melahirkan berbagai dampak sosial. Terdapat fakta memprihatinkan, bahwa konsekuensi kemiskinan menempatkan posisi perempuan sebagai pihak yang sangat beresiko terjebak kejahatan, intimidasi, dan eksploitasi praktek perdagangan manusia.

b.      Minimnya Tingkat pendidikan

Selain faktor ekonomi, rendahnya pemenuhan hak atas akses pendidikan turut  melatari  munculnya  korban  kejahatan.  Tingginya  kasus perdagangan ini tidak hanya disebabkan faktor kemiskinan atau ekonomi, tetapi juga pada minimnya tingkat pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam bidang pendidikan. Resiko pengaruhnya pada  tingkat pendidikan yang minim, tamat SD atau bahkan tidak bersekolah. Pengetahuan yang minim membuat mereka mudah ditipu dan diperdaya sehingga mudah dijadikan korban human traficking.

c.       Pengangguran

 

Pengangguran sebagai salah satu penyebab maraknya korban perdagangan manusia di Indonesia. Berbagai sumber mencatat, masalah sosial berpengaruh besarterhadap kompleksitas kejahatan di indonesia. Beberapa korban adalah mereka yang tidak mampu, atau dikategorikan sebagai kelompok masyarakat rentan.

 

B. MANIFESTASI KLINIS

Trafficking adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penyalah gunaan kekuasaan atau posisi rentan , penjejeran utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.  Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan  psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, atau sosial yang  diakibatkan  tindak pidana perdagangan orang. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi yang melakukan tindak pidana perdagangan orang.

 

C. RENTANG RESPON

 

 

Respon Adaptif                                                                            Respon Maladaptif

 

 

 

 

 

Aktualisasi

diri

Konsep

Diri positif

Harga

Diri rendah

Kerancuan

Identitas

 

Depersonalisasi

 

 

a.       Respon adaptif

 

Menurut Eko (2014), respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya

 

1.      Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.

2.      Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya.

b.      Respon Maladaptif

Menurut Eko (2014), respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia tidakmampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.

1.      Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya yang negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.

2.      Kerancuan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.

3.      Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu mempunyai kepribadian     yang            kurang sehat,   tidak mampu berhubungan dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan orang lain.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

RENTANG POHON MASALAH


 

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN

a.       Harga Diri Rendah (HDR)

b.      Isolasi Sosial

c.       Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi


 



NO

DIAGNOSIS KEPERAWATAN

PERENCANAAN

Tujuan

(TUK/TUM)

Kriteria Hasil

Intervensi

Rasional

1

HARGA DIRI

RENDAH KRONIK

 

1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya

1.1   Expresi wajah bersahabat menunjukkan rasa senang ada kontak mata,mau berjabat tangan, mau menjawab salam, klien mau dududk berdampingan dengan perawat dan mau mengutarakan masalah yang dihadapi

1.a.1.  Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik

a.       Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

b.      Perkenalkan diri dengan sopan

c.       Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien

d.      Jelaskan tujuan pertemuan

e.       Jujur dan menepati waktu

f.        Tunjukkan sifat empati dari menerima klien apa adanya

g.      Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien

h.      Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien

Hubungan saling percaya

merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya.

 

 

 

2.      Klien dapat mengidentifikasi kemapuan dan aspek positif yang dimiliki

2.1  Klien mengidentifikasi kemampuan dan aspek posotof yang dimilki

3.1  Kemampuan yang dimiliki klien

4.1  Aspek positif keluarga

5.1  Aspek positif lingkungan yang dimiliki klien

4.1.1    Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien

4.1.2    Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi nilai negative

4.1.3    Utamakan memberi pujian yang reaalistik

Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego sebagai dasar asuhan keperawatan.

Reinforcement positif akan meningkatkan harga

diri

Pujian yang realistis

tidak menyebabkan melakukan kegiatan hanya karna ingin mendapat pujian.

 

 

 

3.      Klien   dapat menilai kemampuan yang digunakan

1.1  Klien menilai kemampuan yang dapat digunakan

2.1.1          Diskusikan      dengan klien       kemampuan  yang masih dapat digunakan selama sakit.

2.1.1          Diskusikan kemampuan yang dapat       dilanjutkan penggunaan

Keterbukaann dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki adalah prasarat untuk berubah.

Pengertian tantang kemampuan yang dimiliki diri motivasi untuk tetap mempertahankan penggunaannya

 

 

4.   Klien   dapat (menetapkan)

kegiatan     sesuai dengan kemampuan yang dimiliki

4.1  Klien membuat rencana kegiatan harian

4.1.1        Rencanakan bersama klien     aktifitas      yang dapat dilakukan setiap hari      sesuai kemampuan:

a.         Kegiatan mandiri

b.         Kegiatan        dengan bantuan sebagian

c.         Kegiatan        yang membutuhkan total

4.1.2        Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan toleransi    kondisi klien.

4.1.3        Beri contoh cara pelaksanaan kegiatann yang boleh klien lakukan.

Klien adalah individu yang bertanggung jawab

terhadap dirinya sendiri. Klien perlu bertindak secara realistis dalam kehidupannya.

Contoh peran yang dilihat klien akan memotivasi klien untuk melaksanakan kegiatan.

 

 

5. Klien melakukan kegiatan sesuai kondisi

 

5.1  Klien melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya

 

6. 1.2     Beri kesempatan kepada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan

6. 2.2     Beri pujian atas keberhasilan klien

Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dirumah.

Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri.

Memberikan kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan kegiatan yang biasa dilakukan.

 

 

 

6. Klien

memanfaatkan

sistem

pendukung yang

ada

6.1  Klien memanfaatkan system pendukung yang ada dikeluarga

 

 

6. 1.1      Beri Pendidikan Kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah kronik

6.1.2        bantu keluarga memnerikan dukungan selama klien dirawat

Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri dirumah Support system keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat proses penyembuhan.

Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien dirumah.

 

2

ISOLASI SOSIAL

TUM:

Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.

TUK 1

Klien dapat membina hubungan saling percaya

 

 

1.1  Setelah 1x interaksi, klien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat:

a. Ekspresi wajah cerah, tersenyum

b. Mau berkenalan

c. ada kontak mata

d. Bersedia menceritakan perasaan

e. Bersedia mengungkapkan masalah

6.2   

1.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan mengemukanakn prinsip ko Memberikan kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan kegiatan yang biasa dilakukan.

Komunikasi teraputik:

a.       Mengucapkan salam terapeutik. Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal

b.      Berjabat tangan dengan klien

c.       Perkenalkan diri dengan klien

d.      Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien

e.       Jelaskan tujuan pertemuan

f.        Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu klien.

g.      Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

h.      Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien

Membina hubungan saling percaya dengan klien. Kontak yang jujur, singkat, dan konsisten dengan perawat dapat membantu klien membina kembali interaksi penuh percaya dengan orang lain

 

 

 

TUK 2:

Klien mampu menyebutkan penyebab isolasi sosial

Kriteria evaluasi:

1.2  Klien dapat menyebabkan minimal satu penyeab isolasi sosial. Penyebab munculnya isolasi sosial: diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

2. 1.1         Tanyakan pada klien tentang:

a.       Orang yang tinggal serumah atau sekamar dengan klien

b.      Orang yang paling dekat dengan klien di rumah atau ruang perawatan

c.       Hal apa yang membuat klien dekat dengan orang tersebut

d.      Orang yang tidak dekat dengan klien, baik dirumah ataupun di ruang perawatan

e.       Apa yang membuat klien tidak dekat dengan orang tersebut

f.        Upaya yang sudah dilakukan agar dekat dengan orang lain

2. 2.1         Diskusiakn dengan klien penyebab isolasi sosial atau tidak mau bergaul dengan orang lain

2. 3.1         Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam mengungkapkan perasaan

 

 

 

 

TUK 3

Klien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan kerugian dari isolasi sosial

Kriteria evaluasi:

3.1 Klien dapat menyebutkan keuntungan dalam berhubungan sosial, seperti:

a. Banyak teman

b. Tidak kesepian

c. Bisa diskusi

d. Saling menolong

 

 

3.2 Klien dapat menyebutkan kerugian menarik diri , seperti:

a. sendiri

b. kesepian

c. tidak bisa diskusi

 

3.1.1 Tanyakan kepada klien tentang:

a. Manfaat hubungan sosial

b. kerugian isolasi sosial

 

 

 

 

 

 

3.1.2 Diskusikan Bersama klien tentang manfaat hubungan sosial dan kerugian isolasi sosial.

a. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam mengungkapkan perasaannya

 

2. 4.1          

Perbedaan seputar manfaat hubungan sosial dan kerugian isolasi sosial

Membantu klien mengidentifikasi apa yang terjadi pada dirinya, sehingga dapat diambil Langkah untuk mengatasi masalah ini.

Penguatan (reinforcement) dapat membantu meningkatkan harga diri klien

 

 

TUK 4:

Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap

Kriteria evaluasi:

4.1 Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap dengan:

a. perawat

b. perawat lain

c. klien lain

d. keluarga

e. kelompok

4.1.1. observasi perilaku klien Ketika berhubungan sosial

4.1.2 jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain

4.1.3 berikan cntoh cara berbicara dengan orang lain

4.1.4  beri kesempatan klien mempraktikkan cara beriterksi dengan orang lain yang dilakukan dihadapan perawat

4.1.5 bantu klien berinteraksi dengan orang lain, teman, atau anggota keluarga

4.1.6 bila klien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengandua, tiga, empat orang dan seterusnya

Kehadiran orang yang dapat dipercaya memberi klien rasa aman dan terlindungi.

Setelah dapat berinteraksi dengan orang lain dan memberi kesempatan klien dalam mengikuti akitfitas kelompok, klien merasa lebih berguna dan rasa percaya diri klien dapat tumbuh kembali.

 

 

 

 

4.1.6  Bila klien sudah menunjukkan kemajuan tingkatkan jumlah interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya.

4.1.7  Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan klien.

4.1.8  Latih klien bercakap-cakap dengan angota keluarga saat melakukan kegiatan harian dan kegiatan rumah tangga

4.1.9  Latih klien bercakap-cakap saat melakukan kegiatan sosial, misalnya: belanja ke warung, ke pasar, ke kantor pos, ke bank dan lain-lain

4.1.10 Siap mendengarkan ekspresi perasaan klien setelah berinteraksi dengan orang lain. Mungkin klien akan mengucapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar klien tetap semangat meningkatkan interaksinya. 

 

 

 

TUK 5:

Klien mampu menjelaskan perasaannya setelah berhubungan sosial

Kritria evaluasi:

5.1  Klien dapat menjelaskan perasaanya setelah berhubungan sosial dengan:

a.       orang lain

b.      kelompok

5.1.1  Diskusikan dengan klien tentang perasaanya setelah berhubungan sosial dengan :

a.       orang lain

b.      kelompok

5.1.2  Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkap perasaannya.

Ketika klien merasa dirinya lebih baik dan mempunyai makna interaksi sosial dengan orang lain dapat ditingkatkan.

 

 

TUK 6:

Klien dapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial

Kriteria hasil:

6.1   Keluarga dapat menjelaskan tentang:

a.       Isolasi sosial beserta tanda dan gejalanya

b.      Penyebab dan akibat dari isolasi sosial

c.       Cara merawat klien menarik diri.

 

6.1.1  Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung untuk mengatasi perilaku isolasi sosial

6.1.2  Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi perilaku isolasi sosial

6.1.3  Jelaskan pada keluarga tentang:

a.       Isolasi sosial beserta tanda dan gejalanya

b.      Penyebab dan akibatisolasi sosial

c.       Cara merawat klien isolasi sosial

6.1.4  Latih keluarga cara merawat klien isolasi sosial

6.1.5  Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang telah dilatih

6.1.6   Beri motivasi keluarga agar membantu klien untuk bersosialisasi.

Ketika klien merasa dirinya lebih baik dan mempunyai makna, interaksi sosial dengan orang lain dapat ditingaktkan.

Dukungan dari keluarga merupakan bagian penting dari rehabilitasi klien

3.

Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2.      Klien dapat mengenali halusinasinya

2.1        Ekspresi wajah bersahabat , menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat,  mau mengutarakan masalah yang dihadapi.

 

 

 

2.1   Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya halusinasi

 

 

 

 

2.2 Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasi

1.1.1  Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik:

a.       Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

b.      Perkenalkan diri dengan sopan

c.       Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien

d.      Jelaskan tujuan pertemuan

e.       Jujur dan menepati janji

f.        Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

g.      Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien

 

1.1.2 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap

 

 

 

 

 

2.2.1 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya; bicara dan tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri atau ke kanan atau kedepan seolah-olah ada teman bicara.

 

 

 

 

2.2.2 Bantu klien mengenali halusinasinya

a.       Jika menemukan yang sedang halusinasi, tanyakan apakah ada suara yang di dengar

b.      Jika klien menjawab ada , lanjutkan: apa yang dikatakan

c.       Katakana bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namu perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi)

d.      Katakan bahwa klien ada juga yang seperti klien.

 

 

 

2.2.3 Diskusikan dengan Klien

a.situasi yang menimbulkan  atau tidak menimbulkan halusinasi

b.Waktu dan frurekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang,sore, dan malam atau jika sendiri  jengkel atau sedih).

 

 

 

 

 

2.2.4.Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi

(marah atau takut, sedih, senang).

Beri kesempatan mengungkapkan perasaannya.

 

Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kontak sering tapi singkat selain membina hubungan saling percaya juga dapat memutuskan halusinasi

 

Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan perwatan dalam melakukan intervensi.

 

 

Mengenal halusiansi memungkinkan klien untuk menghindarkan factor pencetus timbulnya halusinasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dengan mengetahui waktu isi, dan frekuensi munculnya halusinasi  mempermudah Tindakan keperawatan klien yang akan dilakukan perawat

 

Untuk mengidentifikasi  pengaruh halusinasi  klien

 

Untuk mengidentifikasikan pengaruh halusinasi klien

 

 

 

3.      Klien dapat mengontrol halusinasinya untuk mengendalikan halusinasinya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3.1  Klien dapat menyebutkan tindakan yang  bisa dilakukan  terjadinya halusinasi(tidur, marah, menyibukkan diri,dll)

 

 

3.2 Klien dapat menyebutkan cara baru

 

 

 

3.3Klien dapay memilih cara mengatasi halusinasinya seperti yang telah didiskusikan dengan klien

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3.1.1 Identifikasi Bersama klien, cara Tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasinya(tidur,marah,menyibukkan diri,dll)

 

 

 

 

 

 

 

3.2.1 Diskusikan manfaat cara yang dilakukan klien, jika bermanfaat beri pujian

 

 

 

3.3.1 Diskusikan cara baru untuk

Memutuskan  atau mengontrol halusinasi:

a)    Katakan:`` Saya Tidak mau  dengar kamu’’ (pada saat halusinasi terjadi)

b)     Menemui orang lain (perawat/teman/ anggota keluarga) untuk bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang terdengar

c)    Membuat jadwal kegiatan sehari agar halusinasi yang terdengar

d)    Minta kluarga/teman/ perawat jika Nampak bicara sendiri

 

3.3.2 Bantu klien memilih dan melatih cara  memutus halusinasi secara bertahap

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Upaya untuk memutuskan siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak

Berlanjut

 

 

 

 

 

 

Reinfoncerment positif  akan meningkatkan harga diri klien

 

Memberikan alternative pilihan bagi klien untuk mengontrol halusinasi

 

 

 

 

 

 

 

 

Memotivasi dapat meningkatkan kegiatan klien untuk mencoba memilih salah satu cara mengendalikan halusinasi dan dapat meningkatkan harga diri klien

 

Untuk mendapatkan bantuan keluarga mengontrol halusinasi

Untuk mengetahui pengetahuan keluarga dan meningkatkan kemampuan pengetahuan tentang halusinasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

.

4.      Klien dapat dukungan dari kluarga dalam mengontrol halusinasi

 

4.1 Klien dapat membina hubungan saling percaya  dengan perawat

 

4.2 Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan kegiatan untuk mengendalikan halusinasi

 

4.1     Anjurkan klien untuk memberi tahu keluarga jika mengalami halusinasi

4.2     Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjungan /pada saat kunjungan rumah):

a)      Gejala halusinasi yang dialami klien

b)      Cara yang dapat dilakukan klien dan kluarga untuk memutuskasn halusinasi

c)      Cara merawat  anggota keluarga untuk memutus halusinasi dirumah, beri kegiatan , jangan biarkan sendiri makan bersama bepergian Bersama

d)      Beri informasi  waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantu: Halusinasi terkontrol dan resiko mencederai orang lain.

 

Untuk mendapatkan bantuan keluarga mengontrol halusinasi

 

Untuk mengetahui pengetahuan keluarga dan meningkatkan kemampuan pengetahuan tentang halusinasi

 

 

 

5.Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik

 

5.1 klien dan kluarga dapat menyembuhkan manfaat, dosis dan efek samping obat

 

5.2 Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obar secara benar

 

 

 

 

5.3 Klien dapat informasi tentang efek  samping obat

 

 

 

 

5.4 Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat

 

 

5.5 Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunan obat

 

5.1.1  Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi manfaat obat,

 

 

 

 

5.2.1 Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya

 

 

 

 

 

 

 

 

5.3.1Anjurkan klien  bicara dengan dokter tentang  manfaat dan efek samping obat yang dirasakan

 

 

 

 

5.4.1 Diskusikan  akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi

 

 

 

5.5.1 Bantu klien  menggunakan obat dengan prinsip benar

 

 

Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat.

 

 

Diharapkan klien melakukan program pengobatan, menilai kemampuan klien dalam pengobatan sendiri

 

 

 

Dengan mengetahui efek samping obat  klien akan tahu apa yang harus dilakukan setelah minum obat

 

Program pengobatan dapat berjalan sesuai rencana

 

Dengan mengetahui  prinsip

Penggunaan  obat , maka kemandirian  klien untuk pengobatan dapat ditingkatkan secara bertahap

 

 

 

 

 


NO

PASIEN

KELUARGA

SP1P

SP1K

1

Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien

 

Membantu klien menilai kemampuan klien yang masih dapat digunakan

 

Membantu klien memilih atau menetapkan kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan klien

 

Melatih klien sesuai dengan kemampuan yang dimiliki

 

Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan klien

 

Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

 

 

Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien di rumah

 

Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang dialami klien beserta proses terjadinya

 

Menjelaskan cara merawat klien dengan harga diri rendah

 

 

Mendemonstrasikan cara merawat klien dengan harga diri rendah

 

Memberikan kesempatan pada keluarga untuk mempraktikkan cara merawat klien dengan harga diri rendah

 

SP2P

SP2K

 

Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien

 

Melatih klien melakukan kegiatan lain

 

Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal  kegiatan harian

Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat langsung kepaada klien harga diri rendah

 

 

SP3K

 

 

Membantu perencanaan pulang bersama keluarga danmembuat jadwal aktivitas minum obat ( discharge planning) menjelaskan follow up klien setelah pulang.

RENCANA KEPERAWATAN HARGA DIRI RENDAH KRONIK

DALAM BENTUK STRATEGI PELAKSANAAN


RENCANA KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL DALAM BENTUK STRATEGI PELAKSANAAN

 

NO

PASIEN

KELUARGA

SP1P

SP1K

1

Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien

 

Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain

 

Berdiskusi dengan klien tentang kerugian berinteraksi dengan orang lain

 

Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang

 

Menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain  dalam kegiatan harian

 

Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat keluarga dalam merawat pasien

 

Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami klien beserta proses terjadinya

 

Menjelaskan cara merawat klien dengan isolasi sosial

 

 

 

 

SP2P

SP2K

 

Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

 

Memberikan kesempatan kepada klien mempraktikkan cara berkenalan dengan satu orang

 

Membantu klien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian

Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan isolasi sosial

 

Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat langsung kepada klien isolasi sosial

 

SP3P

SP3K

 

Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

 

Memberikan kesempatan kepada klien mempraktikkan cara berkenalan dengan dua orang atau lebih

 

Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

 

Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat    ( discharge planning) menjelaskan follow up klien setelah pulang

 

RENCANA KEPERAWATAN KLIEN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

DALAM BENTUK STRATEGI PELAKSANAAN

 

NO

STRATEGI PELAKSANAAN

SP1P

SP1K

1

Mengidentifikasi jenis halusinasi klien

 

Mengidentifikasi isi halusinasi klien

 

Mengidentifikasi waktu halusinasi klien

 

Mengidentifikasi frekuensi halusinasi klien

 

Mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan halusinasi klien

 

Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi klien

 

Menganjurkan klien menghardik halusinasi

 

Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik ke dalam kegiatan harian

 

 

Mengidentifikasi masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien

 

Memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami klien, tanda dan gejala halusinasi, serta proses terjadinya halusinasi

 

 

Menjelaskan cara merawat klien dengan dengan halusinasi

 

SP2P

SP2K

 

Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien

 

 

Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain

 

Menganjurkan klien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian

Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan halusinasi

 

Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien halusinasi

 

SP3P

SP3K

 

Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien

 

 

Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan kegiatan

 

Menganjurkan klien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian

Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat    (discharge planning)

 

Menjelaskan follow up klien setelah pulang

 

SP4P

 

 

Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien

 

 

Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur

 

Menganjurkan klien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

JURNAL

 

Perdagangan Anak dan Eksploitasi Seksual Komersial: Tinjauan Kebijakan Pencegahan yang Menjanjikan dan Program

 

Perdagangan anak, termasuk eksploitasi seksual komersial (CSE), adalah salah satu kegiatan kriminal yang paling cepat berkembang dan paling menguntungkan di dunia. Perbudakan global anak-anak mempengaruhi tak terhitung banyaknya korban yang diperdagangkan di negara asal mereka Manusia saat ini sedang dipaksa ke dalam kondisi perbudakan yang mirip dengan perbudakan, dengan sedikit atau tanpa kesempatan untuk melepaskan ikatan mereka. Perbudakan anak mempengaruhi tak terhitung banyaknya korban yang diperdagangkan di dalam rumah mereka Meskipun Palermo adalah salah satu yang paling banyak didukung, itu belum diadopsi secara rutin di seluruh dunia, memperumit upaya untuk memperkirakan jumlah anak yang diperdagangkan. Di Amerika Serikat, misalnya, Trafficking mencoba atau diangkut jauh dari rumah mereka dan diperlakukan sebagai komoditas untuk dibeli, dijual, dan dijual kembali untuk tenaga kerja atau eksploitasi seksual. Di seluruh dunia, anak perempuan sangat mungkin untuk diperdagangkan ke dalam perdagangan seks: Anak perempuan dan perempuan merupakan 98% dari mereka yang diperdagangkan untuk CSE. Standar kesehatan dan keselamatan di lingkungan eksploitatif umumnya sangat rendah, dan tingkat kekerasan yang dialami telah dikaitkan dengan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial-emosional yang merugikan. Pendekatan berbasis hak asasi manusia untuk perdagangan anak memberikan kerangka konseptual yang komprehensif di mana tanggapan yang berfokus pada korban dan penegakan hukum dapat dikembangkan, diterapkan, dan dievaluasi. negara atau diangkut jauh dari rumah mereka melintasi perbatasan dan diperlakukan sebagai komoditas untuk dibeli, dijual, dan dijual kembali untuk tenaga kerja atau eksploitasi seksual. Di seluruh dunia, anak perempuan sangat rentan untuk diperdagangkan ke dalam perdagangan seks. Artikel ini menyoroti kebijakan dan program yang menjanjikan yang dirancang untuk mencegah perdagangan anak dan CSE dengan memerangi permintaan seks dengan anak-anak, mengurangi pasokan, dan memperkuat komunitas. Literatur yang ditinjau meliputi publikasi akademik serta laporan internasional dan pemerintah dan non-pemerintah. Implikasi untuk kebijakan sosial dan penelitian masa depan disajikan. (Rafferty 2013)

 

Perbudakan modern anak, perdagangan dan kesehatan

 

Tinjauan praktis tentang faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kerentanan anak-anak dan potensi dampak eksploitasi parah terhadap kesehatan

Perdagangan anak adalah suatu bentuk perbudakan modern, suatu sistem yang berkembang pesat, bermutasi dan multifaset dari eksploitasi manusia yang parah, kekerasan terhadap anak, pelecehan anak dan pelanggaran hak-hak anak. Perbudakan modern dan perdagangan manusia (MSHT) mewakili masalah kesehatan masyarakat global yang utama dengan para korban yang terpapar risiko fisik, mental, psikologis, perkembangan, dan bahkan generasi jangka pendek dan jangka panjang yang mendalam terhadap kesehatan. Anak-anak dengan kerentanan yang meningkat terhadap MSHT, korban (dalam eksploitasi aktif) dan penyintas (pasca eksploitasi MSHT) menghadiri pengaturan perawatan kesehatan, menghadirkan jendela peluang penting untuk perlindungan dan intervensi kesehatan. Pengakuan anak korban perbudakan modern bisa sangat menantang. Penyedia layanan kesehatan mendapat manfaat dari pemahaman keragaman potensi presentasi kesehatan fisik, mental, perilaku dan perkembangan, dan kompleksitas tanggapan anak-anak terhadap ancaman, ketakutan, manipulasi, penipuan dan pelecehan.

Profesional perawatan kesehatan juga didorong untuk memiliki pengaruh, jika memungkinkan, di luar perawatan pasien individu. Penelitian, wawasan kesehatan, advokasi dan promosi masukan penyintas MSHT meningkatkan pengembangan kolaboratif pendekatan berbasis bukti untuk pencegahan, intervensi dan perawatan setelah anak dan keluarga yang terkena dampak. (Buckley 2007)

 

Fenomena Trafficking In Person Di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat

Fenomena perdagangan manusia di wilayah perbatasan Kalimantan Barat merupakan salah satu dari sekian banyak narasi permasalahan di beranda negara. Selain kemiskinan, keterbatasan akses sumber daya dan ketidaktahuan masyarakat terhadap bahaya efek dari fenomena ini. Masih banyak kasus demi kasus yang tidak terungkap, korban-korban mendapatkan perlakuan tidak adil (di masyarakat maupun hukum). Pemerintah sebagai pemangku kebijakan wajib memberikan perlindungan dan penghormatan kepada hak asasi manusia, termasuk hak-hak perempuan yang selalu diidentikkan sebagai pekerja rumah tangga. Perlindungan bagi perempuan yang menjadi tenaga kerja di luar negeri, tanpa terkecuali mereka yang terjerumus sebagai korban human trafficking. Di wilayah perbatasan, security masyarakat semestinya menjadi prioritas utama negara. Jangan sampai ada kecolongan warga negara menjadi korban perdagangan orang. Peran dan fungsi lembaga kemasyarakatan termasuk lembaga adat, semestinya dapat menjadi alat kontrol negara dalam memberantas kejahatan perdagangan manusia di wilayah perbatasan. (Niko 2016)


BAB VI

KESIMPULAN

 

1.      HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2015).

2.      Perdagangan manusia (human trafficking) merupakan masalah yang cukup kompleks, baik di tingkat nasional maupun internasional.

3.      Convention on the Rights of the Child (CRC) adalah merupakan salah satu konvensi yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak.

4.      Indonesia melalui Keputusan Presiden RI. Nomor 88 Tahun 2002 telah menetapkan suatu kebijakan yang bersifat akseleratif tentang penghapusan perdagangan anak.

5.      Perilaku yang termasuk dalam kategori bentuk-bentuk perbudakan kontemporer (contemporary forms of slavery), meliputi:

§  Perdagangan anak.

§  Prostitusi anak.

§  Pornografi anak.

§  Eksploitasi pekerja anak.

§  Mutilasi seksual terhadap anak perempuan.

§  Pelibatan anak dalam konflik bersenjata.

§  Penghambaan.

§  Perdagangan manusia.

§  Perdagangan organ tubuh manusia.

§  Eksploitasi untuk pelacuran, dan

§  Sejumlah kegiatan di bawah rezim apartheid dan penjajahan.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Buckley, Helen. 2007. “Children for Sale: Child Trafficking in Southeast Asia.” 16(September): 296–310.

 

Contemporary Forms of Slavery Fact Sheet No. 14, PBB melalui Office of The High Commisioner of Human Rights

 

Capernito, Lyda Juall. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed. 13. Jakarta: EGC

 

Farhana. 2010. Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika

 

Niko, Nikodemus. 2016. “FENOMENA TRAFFICKING IN PERSON DI WILAYAH PERBATASAN KALIMANTAN BARAT.” : 32–37.

Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN-P3A) dan adanya Undang-Undang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO), KEPRES RI Nomor 88 Tahun 2002

 

Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. 2010. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu

 

Rafferty, Yvonne. 2013. “Child Trafficking and Commercial Sexual Exploitation: A Review of Promising Prevention Policies and Programs.” American Journal of Orthopsychiatry 83(4): 559–75.

 

Posting Komentar untuk "Asuhan Keperawatan pada Anak Korban Human Trafficking"