ASUHAN KEPERAWATAN HEARING LOSS-DEAFNESS

ASUHAN KEPERAWATAN HEARING LOSS-DEAFNES

ASUHAN KEPERAWATAN HEARING LOSS-DEAFNES


          A. Definisi Hearing loss-deafness

                      Seseorang yang tidak dapat mendengar serta seseorang dengan   pendengaran normal – ambang pendengaran 20 dB atau lebih baik di kedua     telinga – dikatakan mengalami gangguan pendengaran. Gangguan      pendengaran mungkin   ringan, sedang, berat, atau mendalam. Ini dapat mempengaruhi satu telinga atau     kedua telinga, dan menyebabkan            kesulitan          dalam mendengar ucapan percakapan           atau suara keras.

                      'Hard of hearing' mengacu pada orang dengan gangguan pendengaran     mulai  dari        ringan hingga berat. Orang yang sulit mendengar biasanya      berkomunikasi melalui bahasa lisan dan dapat memperoleh manfaat dari alat            bantu dengar, implan koklea,     dan perangkat bantu lainnya      serta teks.

          Orang 'Tuli (Deaff) “kebanyakan memiliki gangguan pendengaran yang mendalam,       yang menyiratkan sangat sedikit atau tidak ada pendengaran.            Mereka sering   menggunakan bahasa isyarat untuk komunikasi. (WHO,2021)

          "kurang pendengaran", yang      dalam buku istilahnya ditulis dengan deafness    atau      hearing loss. Kata "tuli" menggambarkan adanya kekurangan           pendengaran 70 db        atau lebih pada telinga yang terbaik. Secara garis besar       ketulian dibagi menjadi tiga       (Boillat, 1998), yaitu;

a.       Ketulian dibidang konduksi

Ketulian konduksi atau disebut tuli konduksi adalah kelainan yang terletak antara meatus akustikus eksterna sampai dengan tulang  pendengaran stapes. Tuli di bidang konduksi ini biasanya dapat ditolong dengan memuaskan, baik dengan pengobatan atau dengan suatu tindakan misalnya pembedahan. Beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran konduksi adalah adanya cairan di telinga bagian tengah, terlalu banyak kotoran telinga, masuknya benda asing ke saluran telinga bagian luar, atau          terjadinya infeksi pada telinga bagian tengah. Pengobatan gangguan      pendengaran ini bisa dilakukan melalui serangkaian tes fisik, seperti penggunaan garputala.

b.      Tuli persepsi (sensorineural hearing loss)

Tuli persepsi adalah gangguan pendengaran dimana letak kelainan mulai dari organ korti di koklea sampai dengan pusat pendengaran di otak. Tuli persepsi ini biasanya sulit dalam pengobatannya. Gangguan pendengaran terjadi pada telinga bagian dalam lebih tepatnya pada saraf          telinga bagian dalam yang terhubung langsung ke otak. Gangguan sensorineural adalah gangguan pendengaran yang paling fatal karena kondisi ini menyebabkan tuli permanen.

Seseorang yang mengalami tuli        permanen tidak dapat diobati dengan obat-obatan, berbagai tes fisik, atau pembedahan. Pengidap gangguan pendengaran ini hanya mampu mendengar suara dalam volume rendah, meski sebenarnya volume sumber suara telah ditinggikan.           Beberapa hal yang menyebabkan gangguan pendengaran ini, yaitu trauma kepala, malformasi di telinga bagian dalam, faktor usia, sampai faktor genetik.

          c. Tuli Campuran.

            Tuli campuran adalah kondisi tuli konduksi dan tuli sensori terjadi bersamaan. Untuk mengetahui jenis ketulian diperlukan pemeriksaan pendengaran, dari cara     yang paling sederhana sampai dengan memakai alat elektro akustik yang disebut          audiometer. Dengan menggunakan audiometer ini jenis             ketulian dengan mudah dapat ditentukan.

 

 

 


 

B. Faktor Penyebab

Faktor risiko gangguan pendengaran

 

Text Box: Usia lanjut ≥60 tahun

 

Text Box: Kerusakan koklea
1.	Sel rambut
2.	Sel penunjang
3.	Sel neuron
4.	Stria vaskularis
 

 

 

 

 

 

 


 

 

 


                                                                                                                     Sumber : Istiqomah, Sarah Nabila. 2019

 

       Meskipun faktor-faktor ini dapat ditemui pada periode yang berbeda di seluruh    rentang hidup, individu paling rentan terhadap efek  selama periode kritis dalam hidup,adalah sbb.

       a. Periode Prenatal

-          Faktor genetik -Termasuk gangguan pendengaran herediter dan non-herediter

-          Infeksi intrauterin – seperti rubella dan infeksi sitomegalovirus

       b. Periode Perinatal

-          Asfiksia kelahiran (kekurangan oksigen pada saat kelahiran)

-          Hiperbilirubinemia (penyakit kuning parah pada periode neonatal)

-          Berat badan lahir rendah (BBLR)

-          Morbiditas perinatal lainnya dan manajemennya

       c. Masa Kanak dan Remaja

-          Infeksi telinga kronis (otitis media supuratif kronis)

-          Pengumpulan cairan di telinga (otitis media nonsuppuratif kronis)

-          Meningitis dan infeksi lainnya

       d. Dewasa dan usia yang lebih tua

-          Penyakit kronis

-          Rokok

-          Otosklerosis

-          Degenerasi sensorineural terkait usia

-          Gangguan pendengaran sensorineural mendadak

     e. Faktor-faktor di seluruh rentang hidup

-          Impaksi Cerumen (lilin telinga yang terkena dampak)

-          Trauma pada telinga atau kepala

-          Suara keras/Kebisingan

-          Obat-obatan ototoxic

-          Bahan kimia ototoksik terkait pekerjaan

-          Kekurangan nutrisi

-          Infeksi virus dan kondisi telinga lainnya

-          Onset tertunda atau gangguan pendengaran genetik progresif

C. Dampak Gangguan Pendengaran

     a. Komunikasi dan ucapan

     b. Kognisi 

     c. Pendidikan dan Pekerjaan: Isolasi sosial, kesepian, dan stigma

     d. Dampaknya terhadap masyarakat dan ekonomi

                   Badan Kesehatan Dunia atau WHO memperkirakan bahwa gangguan pendengaran yang tidak tertangani menimbulkan biaya global tahunan sebesar US$ 980 miliar. Ini termasuk biaya sektor kesehatan (tidak termasuk biaya alat bantu dengar), biaya dukungan pendidikan, hilangnya produktivitas, dan biaya sosial. 57% dari biaya ini dikaitkan dengan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

 

 


 

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN HEARING LOSS-DEAFNESS

 

A. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Pendengaran

     I. Pengkajian

1.    Identitas Klien

2.    Keluhan Utama

Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien adalah sulit untuk mendengar pesan atau adanya rangsangan suara.

3.   Riwayat kesehatan

a)   Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien susah mendengar pesan atau adanya suara. Pasien sering kali tidak mengerti ketika diajak bicara karena tidak mendengar apa yang lawan bicaranya katakan, pasien sering kali meminta lawan bicaranya untuk mengulang kalimat yang diucapkan, pasien sering menyendiri. Pasien sering

meyendiri karena merasa malu, karena sering kali tidak paham ketika diajak berbicara, pasien juga menarik diri dari lingkungan dan anggota keluarganya.

b)   Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Adakah riwayat pasien menderita hipertensi dan diabetes militus, pasien dengan riwayat merokok dan juga sering terpapar oleh suara bising.

c)   Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah keluarga yang menderita penyakit diabetes militus, menderita penyakit pada sistem pendengaran.

d)   Pola Fungsi Kesehatan

(a)   Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan

Pasien biasanya terpapar dengan suara bising dalam waktu yang cukup lama dan adanya riwayat merokok.

(b)   Pola aktifitas dan latihan

Pola aktivitas dan latihan pada pasien terganggu karena adanya gangguan pendengaran.

(c)   Pola tidur dan istirahat

Pasien presbiakusis sering tidur dan istirahat untuk mengisi waktu luangnya, karena merasa malu jika berkumpul dengan orang lain.

(d)   Pola persepsi kognitif dan sensori

Pasien presbiakusis mengalami penurunan kemampuan masuknya rangsang suara dan pasien kurang mampu mendengar perkataan seseorang.

(e)   Pola persepsi dan konsep diri

Pasien mengalami perasaan tidak berdaya, putus asa dan merasa minder/rendah diri.

(f)   Pola peran dan hubungan dengan sesama

Pasien    sering    menarik    diri   dari    lingkungan    dan    merasa    malu    untuk berkomunikasi dengan orang lain.

(g)   Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres

Adanya perasaan cemas, takut         pada pasien presbiakusis, pasien sering menyendiri, pasien mudah curiga dan tersinggung.

4.   Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan berfokus pada pendengaran. Inspeksi :

1)      Periksa struktur daun telinga

2)      Periksa kebersihan dan struktur liang telinga

3)      Kesulitan dalam mengungkapkan kembali kata-kata yang telah didengar

4)      Adanya ketidakseimbangan antara telinga yang satu dengan telinga yang lain

5.   Pemeriksaan Penunjang

1)      Pemeriksaan Otoskopik : Untuk memeriksa meatus akustikus eksternus dan membrane timpani dengan cara inspeksi.

Hasil:

 

a)  Serumen berwarna kuning, konsistensi kental

b)  Dinding liang telinga berwarna merah muda

 

2)      Audiometri: Audiogram nada murni menunjukkan tuli perseptif bilateral simetris, dengan penurunan pada frekuensi diatas 1000 Hz.

3)      Tes Ketajaman Pendengaran

a)  Tes penyaringan sederhana

Hasil : klien tidak mendengar secara jelas angka-angka yang disebutkan.

b)    Klien tidak mendengar dengan jelas detak jarum jam pada jarak 1-2 inchi.

4)      Uji Rinne

Hasil : Klien tidak mendengar adanya getaran garpu tala dan tidak jelas mendengar adanya bunyi dan saat bunyi menghilang

 

            II. Analisa Data

a.       Data Subjektif yang disampaikan oleh pasien

b.      Data Objektif dari hasil observasi secara langsung

            III. Diagnosa Keperawatan

Perawat dapat menegakkan diagnosa keperawatan sebagai berikut :

1.      Gangguan persepsi sensori : pendengaran b.d perubahan penerimaan sensori yang ditandai dengan tampak bingung saat diajak bicara.

2.      Risiko Cedera b.d disfungsi sensori

3.      Gangguan komunikasi verbal b.d degenerasi tulang pendengaran bagian  dalam

4.      Ansietas b.d Ancaman terhadap konsep diri

IV. Intervensi

Intervensi dengan masalah keperawatan gangguan persepsi sensori di keluarga bisa dilakukan dengan memakai alat bantu dengar dan terapi membaca gerak bibir. Penggunaan alat bantu dengar dapat memudahkan komunikasi, mengurangi perasaan kesepian, dan isolasi sosial, serta mengembalikan perasaan kontrol pada klien. Alat bantu dengar merupakan alat dengan energi baterai yang terdiri dari amplifier, microphone, dan penerima. Alat bantu dengar dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran, lokasi penggunaan, dan besar bentuk alat bantu dengar ketika digunakan oleh tubuh. Selain itu, bisa dilakukan terapi

Membaca gerak bibir lawan bicara saat melakukan komunikasi verbal. Dilakukan  dengan cara menaikkan volume suara saat berbicara dan pelan-pelan saat menyampaikan kata-kata. Agar klien bisa membaca gerak bibir dan dapat mengerti apa yang sedang dibicarakan.

V. Implementasi Keperawatan

                        Implementasi merupakan pelaksanan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan diajukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.


 

VI. Evaluasi

 

Evaluasi adalah tindakan untuk mengidentifikasi sejauh mana tujuan dari perencanaan tercapai dan evaluasi itu sendiri dilakukan terus menerus melalui hubungan yang erat. Evaluasi dibagi menjadi dua macam yaitu evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakuakn terus menerus untuk menilai hasil tindakan yang telah dilakukan, dan evaluasi sumatif yaitu evaluasi akhir yang ditujukan untuk menilai keberhasilan tujuan yang dilakukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir :

S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

O : Respon objektif klien terhadap tindakan yang telah dilaksanakan.

A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan masalah tetap atau muncul masalah baru atau data yang kontradiktif dengan masalah dengan masalah yang ada.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.

 

Rencana tindak lanjut berupa :

1)      Rencana teruskan, bila masalah tidak berubah.

2)      Rencana    dimodifikasi,     jika    masalah   tetap,     semua    tindakan    sudah dijalankan tetapi hasil tidak memuaskan.

3)      Rencana dibatalkan, jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada serta diagnosa lama dibatalkan.

4)      Rencana atau diagnosa selesai jika tujuan sudah tercapai dan diperlukan adalah memelihara dan mempertahankan kondisi baru.

 

 

 

 

 


CONTOH KASUS

Tn. P berusia  60 Tahun melakukan kunjungan ke poliklinik THT Tn.P mengatakan susah mendengar suara,. Tn. P mengatakan sering terjadi kebisingan saat dahulu bekerja di pabrik, sering sakit kepala dan telinga berdenging. Keluhan utama dalam 1 tahun terakhir : Tn.P tampak bingung saat diajak bicara, selalu meminta orang lain mengulangi perkataan, dan tidak ada umpan balik dan Tn.P saat diajak bicara. Tn.P cenderung menghindari percakapan dengan orang lain, merasa malu Ketika tidak bisa mendengar percakapan. tidak mampu mendengar suara rendah, serta tidak ada keseimbangan antara kedua telinga. sering sakit kepala dan telinga berdenging. Respon dari Tn. P tidak sesuai, suka menyendiri dan melamun. diagnosa medis presbikusis

 

1. Pengkajian Identitas

 

a.           Nama                        : Tn.P

                         

b.           Tempat /tgl lahir        : Makassar, 15 April 1959

 

c.           Jenis Kelamin            : Laki-laki

 

d.           Alamat                      : Makassar

 

e.           Status Perkawinan     : Kawin

 

f.            Agama                      : Islam

 

g.           Suku                         : Makassar

 

a.          Riwayat Pekerjaan dan Status Ekonomi

a.   Pekerjaan saat ini                : Tidak bekerja

b.   Pekerjaan sebelumnya        : Buruh Pabrik

 

b.         Riwayat Kesehatan

a.  Keluhan Utama :

Tn.P mengatakan susah mendengar suara, Tn. P mengatakan sering terjadi kebisingan saat dahulu bekerja di pabrik, sering sakit kepala dan telinga berdenging.

b.   Riwayat Penyakit Sekarang :

1.   Keluhan utama dalam 1 tahun terakhir : Tn.P tampak bingung saat diajak bicara, selalu meminta orang lain mengulangi perkataan, dan tidak ada umpan balik dan Tn.P saat diajak bicara. Tn.P cenderung menghindari percakapan dengan orang lain, merasa malu Ketika tidak bisa mendengar percakapan.  tidak mampu mendengar suara rendah, serta tidak ada keseimbangan antara kedua telinga.

2.   Dilakukan tes garpu tala dan tes rinne

3.   Gejala yang dirasakan : Klien mengatakan pendengaran berkurang saat di ajak bicara dan susah mendengar suara.

4.   Faktor pencetus      : Usia / Penuaan

5.   Timbulnya keluhan : Saat Tn.Pberbicara dengan orang lain

6.   Upaya mengatasi    : Tn.P mengatakan harus bicara pelan-pelan

 

 III    . Riwayat penyakit dahulu

1.   Penyakit yang pernah diderita       : Hipertensi

2.   Riwayat alergi                                       : Tidak ada

 

3.   Riwayat kecelakaan            : Tidak ada

 

4.   Riwayat pernah dirawat di RS       : Tidak ada

 

5.   Riwayat pemakaian obat              : -

 


 

IV Riwayat penyakit Keluarga

 

Klien mengatakan anak dan cucunya tidak mempunyai riwayat hipertensi, presbikusis dan tidak mempunyai riwayat penyakit menular.

 


Genogram

 

keterangan :

 


: Klien                                        

: Tinggal serumah

: Laki-laki

: Menikah

: Perempuan

 

: Meninggal

: Keturunan

 

 

 

 

 

Klien berperan sebagai ayah dari anak dan sebagai kakek dari cucunya. Klien adalah duda yang ditinggal meninggal oleh istrinya. Anak, menantu dan cucu mengasuh dengan rasa kasih sayang, komunikasi dalam keluarga sangat harmonis dan keputusan selalu disepakati bersama.

 

             


 

a.  Riwayat Rekreasi

Klien mengatakan memepergunakan waktu luangnya untuk membantu pekerjaan rumah

b.       Pola Fungsi Kesehatan

c.       Pola tidur / istirahat : keluarga mengatakan pola tidur klien

1.       Lama tidur malam : 7 8 Jam/hari (21.00 04.30 WIB)

2.       Tidur siang : 2 – 3 jam/hari (10.00 13.00 WIB)

3.       Keluhan yang berhubungan dengan tidur : Tidak ada keluhan

d.  Pola eliminasi :

a)   BAK :

1.   Frekuensi : ± 3 4 kali/ hari

2.   Warna : Kuning bening

3.   Kebiasaan BAK pada malam hari : Ada

4.   Keluhan yang berhubungan dengan BAK : Tidak ada

 

b)   BAB :

1. Frekuensi : 1 kali / hari 2.Konsistensi : Padat

3.Warna : Kuning kecoklatan

4.Keluhan yang berhubungan dengan BAB : Tidak ada keluhan 5.Pengalaman memakai pencahar : Tidak

 

e.  Pola nutrisi :

·         Keluarga mengatakan pola nutrisi klien        Frekuensi makan : 3 × sehari 1 centong atau kadang 3 × setengah  centong

·         Nafsu makan : Makan selalu habis

·         Jenis makanan : Nasi, lauk, sayur

·         Makanan yg tdk disukai : Ayam

·         Alergi terhadap makanan : tidak ada

·         Pantangan makanan : Makanan yang banyak mengandung zat purin

·         Keluhan yg berhubungan dengan makan : Tidak ada keluhan

 

d. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan : Klien mengatakan ada kebiasaan makan jeroan


 

e. Pola kognitif perseptual

o   Pengelihatan : Klien mengatakan pandangan mata mulai kabur

o   Pendengaran : Klien mengatakan pendengaran terganggu

o   Pengecapan : Klien mengatakan pengecapannya masih terasa dengan baik.

o   Sensasi / peraba : Klien mengatakan perabaannya masih bisa teraba degan baik.

f.   Persepsi diri-pola konsep diri

1.       Gambaran diri : Klien mengatakan anggota tubuh lengkap dan berfungsi dengan baik.

2.       Identitas diri : Klien mengatakan sekarang berusia 60 tahun dengan pendidikan terakhir SD. Klien merasa bersyukur karena masih bisa menikmati masa tua dengan anak dan cucunya.

3.       Peran diri : Klien mengatakan berperan sebagai ayah dari anaknya dan sebagai kakek dari cucu cucunya.

4.       Ideal diri : Klien mengatakan sudah yakin sewaktu usia muda hingga tua saat ini, ia sudah mampu melakukan kewajibannya sebagai ayah dan sebagai kakek untuk menjaga anak anak dan cucunya.

5.               Harga diri : Klien mengatakan merasa senang jika suatu saat nanti apabila klien sudah tiada, ia mengkhawatirkan hubungan anak dengan saudara lainnya renggang karna sempat ada konflik masalah pekarangan

g.  Pola toleransi stress koping

·         Penyebab stress : Klien mengatakan sedikit stres dan bosan selalu dirumah dan kurang kegiatan

·         Penanganan : Perbanyak kegiatan dirumah dan di lingkungan

 

4. Pemeriksaan Fisik

1.  Keadaan umum               : Baik

2.  Tingkat Kesadaran          :Composmentis

3.  TTV :

·         Takanan Darah         :40/100 mmHg

·         Respirasi                  : 24 x/menit

·         Suhu                         : 36,5°C

·         Nadi                         : 88 x/menit

4.       Tinggi Badan           : 165 cm

5.       Berat Badan            : 50 kg

6.       Kepala dan leher

·         Rambut                 : Bersih, Lurus, dan beruban

·         Mata                     : Simetris, Konjungtiva merah muda, Sclera putih

·         Telinga                  : Serumen berwarna kuning, konsistensi kental, dinding liang telinga berwarna merah muda. Tidak adanya keseimbangan antara kedua telinga (saat dilakukan uji weber).

·         Hidung                : Simetris

·         Mulut                    : Bersih, Mukosa bibir lembab

·         Gigi                       : bersih

·         Leher                    : Normal, tidak ada pembesaran kelenjar thyroid

7. Integumen                       : Keriput, turgor kulit baik, warna kulit sawo matang

a)   Dada dan Thorax :

1.   Jantung

·         Inspeksi    : simetris, tidak ada pembesaran

·         Palpasi      : tidak ada nyeri tekan

·         Perkusi      : pekak

·         Auskultasi : reguler, tidak ada bungi jantung tambahan

2.   Paru

 

·         Inspeksi   : simetris, tidak ada odem

·         Palpasi     : taxtil premitus sama, tidak ada nyeri tekan

·         Perkusi     : redup

·         Auskultasi : vasikule

 

3.   Abdomen

 

·         Inspeksi    : simetris

·         Auskultasi : refluks 13 x/menit

·         Palpasi      : tidak ada pembesaran hati, tidak ada nyeri tekan

·         Perkusi      : timpani

 

4.   Persyarafan

 

·         Olfaktorius (+)

·         Optikus (+)

·         Okulomotorius(+)

·         Trochlearis(+)

·         Trigeminalis(+)

·         Abdusen(+)

·         Facialis(+)

·         Audiotorius(+)

·         Glosofaringeal(+)

·         Vagus(+)

·         Assesorius(+)

 

5.  Ekstremitas kekuatan otot atas dan bawah


6.   Genetalia : tidak terkaji


2. ANALISA DATA

Nama pasien : Tn.P

Umur            : 60  Tahun

NO

DATA

ETIOLOGI

 MASALAH KEPERAWATAN

1

DS :

Tn.P mengatakan susah mendengar   suara

DO :

·                     Tn.P tampak bingung saat diajak bicara

·                     Tn.P selalu meminta orang lain untuk mengulang perkataan

·            Tidak adanya umpan balik dari Tn.S saat diajak bicara

 

·         Respon tidak sesuai

Kerusakan Saraf, Degeneratif

 


Gangguan neuron-neuron kokhlea

Fungsi pendengaran menurun

Pendengaran terhadap kata-kata/rangsang suara menurun

Kesulitan mengerti pembicaraan

Gangguan Komunikasi Verbal

Gangguan Komunikasi Verbal

2

DS :

Tn.P mengatakan susah mendengar suara

Merasa malu saat tidak bisa mendengar percakapan.

DO :

 

1.      1. Tn.P tampak bingung saat diajak bicara

2.   Tn.P selalu meminta orang lain untuk mengulang perkataan

 

3.   Tidak adanya umpan balik dari Tn.S saat diajak bicara

4.   Respon tidak sesuai

Kerusakan Saraf, Degeneratif

 


Gangguan neuron-neuron kokhlea

 


Fungsi pendengaran menurun

 


Pendengaran terhadap kata-kata/rangsang suara menurun

 


Kesulitan mengerti pembicaraan

 


Merasa Malu tidak bisa mendengar Percakapan

Menarik Diri

Harga Diri rendah situasional

 

Harga Diri rendah situasional

2

 

 

 

DS :

Tn.P mengatakan sering terjadi kebisingan. Sering sakit kepala dan telinga berdenging.

DO :

 

1.   Tn.P tampak cenderung menghindari percapakan dengan orang lain

 

2.   Tn.P tidak mampu mendengar suara  rendah

3.    Tidak adanya keseimbangan antara kedua telinga (saat dilakukan uji weber)

 

4.  TTV :

TD : 130/90 mmhg         S : 36 °C

N : 84 x/menit        R : 22 x/menit

Degenerasi tulang-tulang pendengaran

 

Keseimbangan menurun

 

Risiko cedera

Risiko cedera

 


 

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Gangguan Komunikasi Verbal b/d perubahan penerimaan sensori pendengaran

2.      Harga Diri Rendah Situasional b/d ketidakmampuan berkomunikasi

3.      Risiko Cedera b/ disfungsi sensori


4. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO

DIAGNOSA

LUARAN

INTERVENSI

1

Gangguan Komunikasi Verbal b/d perubahan penerimaan sensori pendengaran (D.0119)

Ditandai :

DS : Tn.P mengatakan susah mendengar   suara

DO :

 

1. Tn.P tampak bingung saat diajak bicara

2. Tn.P selalu meminta orang lain untuk mengulang perkataan

 

3. Tidak adanya umpan balik dari Tn.S saat diajak bicara

 

4. Respon tidak sesuai

 

 

Setelah dilakukan intervensi keperawatan, komunikasi verbal meningkat ditandai dengan :

  1. Kemampuan berbicara meningkat
  2. Kemampuan mendengar meningkat
  3. Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh meningkat

 

Promosi Komunikasi: Defisit Pendengaran (I.13493)

Observasi

  • Periksa kemampuan pendengaran
  • Monitor akumulasi serumen berlebihan
  • Identifikasi metode komunikasi yang disukai pasien (mis: lisan, tulisan, Gerakan bibir, Bahasa isyarat)

Terapeutik

  • Gunakan Bahasa sederhana
  • Gunakan Bahasa Isyarat, jika perlu
  • Verifikasi apa yang dikatakan atau ditulis pasien
  • Fasilitasi penggunaan alat bantu dengar
  • Berhadapan dengan pasien secara langsung selama berkomunikasi
  • Pertahankan kontak mata selama berkomunikasi
  • Hindari merokok, mengunyah makanan atau permen karet, dan menutup mulut saat berbicara
  • Hindari kebisingan saat berkomunikasi
  • Hindari berkomunikasi lebih dari 1 meter dari pasien
  • Lakukan irigasi telinga, jika perlu
  • Pertahankan kebersihan telinga

Edukasi

  • Anjurkan menyampaikan pesan dengan isyarat
  • Ajarkan cara membersihkan serumen dengan tepat

2

 Harga Diri Rendah Situasional b/d ketidakmampuan berkomunikasi (D.0087)

Ditandai :

DS : Tn.P mengatakan susah mendengar suara

Merasa malu saat tidak bisa mendengar percakapan.

DO :

 

1. Tn.P tampak bingung saat diajak bicara

2. Tn.P tampak cenderung menghindari percapakan dengan orang lain

3. Tn.P selalu meminta orang lain untuk mengulang perkataan

4. Tidak adanya umpan balik dari Tn.S saat diajak bicara

5. Respon tidak sesuai

 

 

Setelah dilakukan intervensi keperawatan, Harga diri meningkat ditandai dengan :

  Penilaian diri positif meningkat

  Perasaan malu menurun

  Penerimaan penilaian positif terhadap diri sendiri meningkat

  Penilaian diri positif meningkat

  Percaya diri berbicara meningkat

  Kontak mata meningkat

  Gairan aktivitas meningkat

 

Promosi Harga Diri (I.09308)

Observasi

  • Identifikasi budaya, agama, ras, jenis kelamin, dan usia terhadap harga diri
  • Monitor verbalisasi yang merendahkan diri sendiri
  • Monitor tingkat harga diri setiap waktu, sesuai kebutuhan

Terapeutik

  • Motivasi terlibat dalam verbalisasi positif untuk diri sendiri
  • Motivasi menerima tantangan atau hal baru
  • Diskusikan pernyataan tentang harga diri
  • Diskusikan kepercayaan terhadap penilaian diri
  • Diskusikan pengalaman yang meningkatkan harga diri
  • Diskusikan persepsi negatif diri
  • Diskusikan alasan mengkritik diri atau rasa bersalah
  • Diskusikan penetapan tujuan realistis untuk mencapai harga diri yang lebih tinggi
  • Diskusikan Bersama keluarga untuk menetapkan harapan dan Batasan yang jelas

Edukasi

  • Jelaskan kepada keluarga pentingnya dukungan dalam perkembangan konsep positif diri pasien
  • Anjurkan mengidentifikasi kekuatan yang dimiliki
  • Anjurkan mempertahankan kontak mata saat berkomunikasi dengan orang lain
  • Anjurkan membuka diri terhadap kritik negatif
  • Anjurkan mengevaluasi perilaku

3

Risiko Cedera (D.0136)

DS : Tn.P mengatakan sering terjadi kebisingan. Sering sakit kepala dan telinga berdenging.

DO :

 

1.Tn.P tampak cenderung menghindari percapakan dengan orang lain

 

2.Tn.P tidak mampu mendengar suara  rendah

3. Tidak adanya keseimbangan antara kedua telinga (saat dilakukan uji weber)

 

4.         TTV :

TD : 130/90 mmhg         S : 36 °C

N : 84 x/menit        R : 22 x/menit

Setelah dilakukan intervensi keperawatan, Risiko cedera tidak terjadi/menurun

 

Manajemen Keselamatan Lingkungan (I.14513)

Observasi

  • Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis: kondisi fisik, fungsi kognitif, dan Riwayat perilaku)
  • Monitor perubahan status keselamatan lingkungan

Terapeutik

  • Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan (mis: fisik, biologi, kimia), jika memungkinkan
  • Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan risiko
  • Sediakan alat bantu keamanan lingkungan (mis: commode chair dan pegangan tangan)

Edukasi

  • Ajarkan individu, keluarga, dan kelompok risiko tinggi bahaya lingkungan

Pencegahan Cedera (I.14537)

Observasi

  • Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera
  • Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
  • Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada ekstremitas bawah

Terapeutik

  • Sediakan pencahayaan yang memadai
  • Gunakan lampu tidur selama jam tidur
  • Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang rawat (mis: penggunaan telepon, tempat tidur, penerangan ruangan, dan lokasi kamar mandi)

Edukasi

  • Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga
  • Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama beberapa menit sebelum berdiri.

DAFTAR PUSTAKA

·         adoc.pub/askep-gangguan-pendengaran-pada-lansia.html

·         http://eprints.kertacendekia.ac.id/id/eprint/546/1/KTI%20FITRI%20AYU%20ANGGRAINI%20(1801062)%20fix.pdf

·         https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/748047b636a2b764fe4ff1e8a4339e5b.pdf

·         https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_dir/09c3aebd423d69c8c9c8750ded79c7a5.pdf

·         related:lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20377365-T41315-Siti%20Fatimah.pdf

·         http://p2ptm.kemkes.go.id/preview/infografhic/gangguan-pendengaran-dan-akibatnya


 

 

 

 

 


Posting Komentar untuk "ASUHAN KEPERAWATAN HEARING LOSS-DEAFNESS"