Penyebab Deep Vein Thrombosis
DVT adalah
penyakit yang dapat terjadi akibat 3 faktor, yaitu gangguan aliran darah
(stasis vena), kerusakan pembuluh darah, atau kondisi di mana darah mudah
menggumpal (hiperkoagulabilitas). Segala kondisi atau kejadian yang dapat
mengakibatkan terjadinya 1 dari ketiga faktor tersebut, berisiko menimbulkan
DVT. Timbulnya 2 atau 3 faktor sekaligus, makin meningkatkan risiko timbulnya
DVT. Beberapa kondisi tersebut, antara lain:
Stasis vena. Stasis vena adalah kondisi
terganggu atau melambatnya aliran darah pada vena, yang dapat disebabkan oleh:
- Prosedur bedah yang membius pasien selama 1
hingga 1,5 jam.
- Operasi daerah panggul atau tungkai, seperti
operasi penggantian panggul.
- Perjalanan panjang dengan mobil, kereta atau
pesawat, sehingga tungkai tidak banyak bergerak, terutama perjalanan lebih
dari 4 jam.
- Penyakit atau cedera yang menyebabkan tubuh tidak
bergerak dalam waktu lebih dari 3 hari. Misalnya, patah tulang atau
stroke.
- Gagal jantung.
- Terdapat varises.
- Polisitemia vera.
Kerusakan pembuluh
darah. Beberapa
kondisi yang bisa menyebabkan kerusakan pembuluh darah adalah:
- Vaskulitis.
- Pemasangan kateter vena sentral (CVC).
- Obat-obatan kemoterapi.
- Pengguna NAPZA jenis suntik.
- Sepsis.
Hiperkoagulabilitas. Hiperkoagulabilitas merupakan suatu
kondisi di mana darah lebih mudah untuk menggumpal atau membeku. Kondisi ini
dapat diakibatkan kelainan genetik yang diturunkan atau didapat. Berikut ini
merupakan penyebab hiperkoagulabilitas akibat kelainan genetik, antara lain:
- Kekurangan protein pengencer darah alami, seperti
protein S (defisiensi protein S), protein C (defisiensi protein C),
antithrombin III (defisiensi ATIII).
- Factor V Leiden.
- Mutasi gen prothrombin.
- Kadar homosistein tinggi (hyperhomocysteinemia).
- Meningkatnya kadar fibrinogen atau disfungsi
fibrinogen (disfibrinogenemia).
- Kelebihan faktor pembekuan VIII, IX dan XI.
- Kelainan sistem fibrinolisis, sepeti
hipoplasminogenemia, displasminogenemia dan meningkatnya kadar plasminogen
activator inhibitor (PAI-1).
Hiperkoagulabilitas
yang terjadi karena disebabkan oleh suatu kondisi yang didapat, seperti:
- Kanker.
- Obesitas.
- Kehamilan.
- Konsumsi terapi pengganti hormon.
- Konsumsi pil KB.
- Sindrom antifosfolipid.
- Sindrom nefrotik (terlalu banyak protein dalam
urine).
- Penggunaan obat untuk mengatasi kanker, seperti
thalidomide.
- Diabetes.
- Lupus.
Gejala Deep Vein Thrombosis
Pada beberapa
kasus, DVT dapat terjadi tanpa menunjukkan gejala. Namun, dapat muncul gejala
berupa:
- Tungkai terasa hangat.
- Nyeri yang semakin memburuk saat menekuk kaki.
- Bengkak pada salah satu tungkai, terutama di
betis.
- Kram yang biasanya bermula di betis, terutama di
malam hari.
- Perubahan warna kaki menjadi pucat, merah, atau
lebih gelap.
Diagnosis Deep Vein Thrombosis
Dokter akan
bertanya tentang gejala yang dialami pasien, lalu melakukan pemeriksaan fisik
pada area yang sakit dan bengkak. Kemudian, dokter akan melakukan serangkaian
tes penunjang seperti:
- Tes D-Dimer. Tes ini untuk mendeteksi gumpalan darah
yang sudah terurai dan memasuki aliran darah. Semakin banyak gumpalan
darah yang sudah terurai ditemukan di dalam darah, semakin besar
kemungkinan terdapat penggumpalan darah.
- USG Tes
ini digunakan untuk memeriksa aliran darah, apakah normal atau ada
hambatan karena adanya penggumpalan darah.
- Venografi. Tes
dilakukan dengan menyuntikkan zat pewarna (kontras) pada pembuluh darah
vena pasien, kemudian dilakukan pencitraan dengan foto Rontgen untuk
mengetahui letak aliran darah yang terhambat akibat penggumpalan darah.
Tes venografi dilakukan jika pemeriksaan D-Dimer dan USG Doppler belum
dapat memastikan DVT.
Pengobatan Deep Vein Thrombosis
Pengobatan
untuk pasien DVT adalah dengan pemberian obat antikoagulan. Masyarakat menganggap antikoagulan
adalah obat untuk mengencerkan darah, namun sebenarnya obat ini mengubah
protein dalam darah untuk mencegah terbentuknya gumpalan darah. Obat ini juga
berfungsi mencegah gumpalan darah semakin membesar dan menyebar ke aliran
darah.
Jenis obat
antikoagulan yang umumnya digunakan untuk mengobati DVT adalah heparin dan warfarin. Dokter akan
memberikan heparin terlebih dulu, melalui suntikan ke bawah lemak atau melalui
pembuluh darah. Bila pasien lebih memilih obat dalam bentuk tablet, warfarin dapat diberikan. Namun perlu
diingat, warfarin tidak langsung bekerja setelah dikonsumsi, sehingga perlu
diberikan terapi lain yang dilakukan secara bersamaan. Pasien dapat mengonsumsi
antikoagulan 3-6 bulan untuk mencegah gumpalan darah terbentuk kembali.
Warfarin
merupakan obat yang sering dipengaruhi oleh makanan atau obat lain dalam
bekerja, sehingga pasien perlu melakukan tes darah (INR) secara rutin untuk
memantau waktu pembekuan darah, agar dosis warfarin dapat disesuaikan. Dosis
warfarin yang terlalu rendah tidak bisa mencegah penggumpalan darah.
Sebaliknya, dosis warfarin yang terlalu tinggi bisa menyebabkan pasien
mengalami perdarahan. Penting untuk diingat, warfarin tidak direkomendasikan
pada wanita hamil, karena bisa menyebabkan cacat lahir.
Obat
antikoagulan lain yang direkomendasikan untuk pasien DVT adalah rivaroxaban,
apixaban, dabigatran, dan fondaparinux.
Jika gumpalan
darah besar, berisiko timbul emboli paru, atau timbul DVT di lengan, dokter
dapat memberikan obat trombolitik. Namun, prosedur ini bisa membuat pasien
lebih berisiko mengalami perdarahan otak.
Jika
pemberian obat antikoagulan tidak diperbolehkan, dokter akan menempatkan filter
pada pembuluh darah balik utama (vena cava), yang letaknya di rongga
perut. Filter tersebut berfungsi untuk mencegah gumpalan darah memasuki
paru-paru. Perlu diingat, pemasangan filter dalam jangka panjang bisa
menyebabkan DVT. Sebaiknya filter segera dilepas setelah risiko terjadinya
penggumpalan darah berkurang.
Pasien juga
bisa mengunakan stoking kompresi di bawah atau di atas lutut untuk mencegah
pembengkakan akibat DVT. Meski tidak bisa mengurangi DVT yang sudah terjadi,
penggunaan stoking bisa mengurangi risiko terbentuknya gumpalan darah baru.
Dokter akan menyarankan pasien agar mengenakan stoking kompresi tiap hari.
Olahraga kaki
sederhana dengan menggerakan punggung kaki ke atas, serta mengangkat tungkai
ketika istirahat, sehingga kaki lebih tinggi dari panggul dapat membantu
mengurangi pembengkakan pada tungkai dan mencegah komplikasi DVT.
Komplikasi Deep Vein Thrombosis
Orang dengan
DVT berisiko mengalami emboli paru, yaitu penyumbatan pembuluh darah
arteri di paru-paru akibat gumpalan darah yang lepas dari tungkai. Gejala tidak
akan terasa atau terlihat jika gumpalan darahnya kecil. Namun jika gumpalan
darahnya berukuran besar, penderita bisa merasakan nyeri dada dan sulit bernapas,
bahkan bisa mengalami gagal jantung.
DVT jangka
panjang juga bisa menyebabkan sindrom pasca thrombosis (PTS), yaitu kondisi
ketika DVT mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah vena sehingga aliran
darah di daerah tersebut menjadi buruk. Keadaan ini mengakibatkan perubahan
warna kulit dan luka pada tungkai.
Pencegahan Deep Vein Thrombosis
Beberapa
tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya DVT, antara lain:
- Bila ingin menjalani operasi dan pasien rutin
mengonsumsi pil KB atau terapi pengganti hormon, perlu menghentikan obat
tersebut 4 minggu sebelum operasi. Tergantung dari faktor risiko lainnya,
dokter juga dapat memberikan obat antikoagulan atau stoking kompresi untuk
mencegah DVT akibat prosedur operasi.
- Bila melakukan perjalanan panjang yang
mengharuskan duduk dalam waktu lama, dapat lakukan gerakan kaki sederhana
seperti menekuk punggung kaki ke atas, atau sesekali bangun dari tempat
duduk untuk jalan (bila memungkinkan), serta banyak minum air putih untuk
mencegah dehidrasi.
- Berhenti merokok.
- Makan makanan dengan gizi seimbang.
- Olahraga teratur.
- Mempertahankan berat badan ideal.
Posting Komentar untuk "Penyakit apa itu DVT atau DEEP VEIN THROMBOSIS"